Presiden Amerika Donald Trump, Rabu (6/6/2018), menjamu sekitar 50 orang tamu, termasuk sejumlah duta besar negara-negara yang penduduknya mayoritas Islam, dalam acara buka puasa bersama.
"Dalam acara buka puasa ini, saya sangat senang menyambut para anggora korps diplomatik, yang mewakili kawan-kawan dan mitra kami dari seluruh dunia," kata Presiden Trump. "Saya mengucapkan selamat datang kepada semua duta besar yang hadir di sini, yang mewakili negara-negara yang penduduknya mayoritas Islam."
Kata Presiden Trump lagi, "malam ini kami mengucapkan syukur bagi pembaharuan ikatan persahabatan dan kerja sama yang telah kami bina bersama mitra-mitra kami di Timur Tengah."
Pemimpin Amerika itu mengatakan kira-kira setahun yang lalu ia mendapat pengalaman yang paling baik dalam hidupnya ketika ia berkunjung ke Arab Saudi.
"Saya bangga telah mengadakan kunjungan keluar negeri saya yang pertama sebagai presiden, ke jantung dunia Islam, di mana saya memberikan sambutan di hadapan lebih dari 50 pemimpin negara-negara yang berpenduduk mayoritas Islam."
Acara buka puasa itu dihadiri sekitar 50 orang duta besar, termasuk dari Indonesia dan para menteri kabinet pemerintah Amerika.
Duta Besar Indonesia untuk AS Budi Bowoleksono memandang undangan buka puasa Presiden Trump tahun ini sebagai uluran persahabatan. Ia mengatakan, "Saya pikir ini perhatian yang baik kepada Islam dan dunia Islam. Presiden Trump juga dalam pidatonya sebutkan Islam adalah agama yang besar, agama yang penting. Yang hadir adalah dubes negara sahabat Amerika. Jadi pesan yang positif."
Sementara menurut Farah Pandith dari Council on Foreign Relations, undangan buka puasa ini dianggap penting bagi upaya Pesiden Trump menjalin hubungan baik dengan dunia Muslim, terutama dalam upaya melawan ancaman ekstrimisme.
Namun berbagai komunitas Muslim memprotes buka puasa tahun ini karena berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, perwakilan organisasi Muslim Amerika tidak diundang. Mereka menggelar buka puasa tandingan di luar Gedung Putih.
Johari Abdul Malik, tokoh komunitas Islam di Washington DC dan sekitarnya berkomentar, "Jika Presiden AS ingin merangkul komunitas Muslim Amerika, ia harus mengundang para pemimpin Muslim Amerika, tapi ia tidak melakukannya." [ii/ps/dw]