Presiden Amerika Donald Trump menuduh jaringan media sosial, termasuk Facebook, Google dan Twitter, berat sebelah atau bias, dan menyarankan bahwa keadaan demikian perlu diselidiki.
Trump, yang gemar sekali menggunakan Twitter, berpihak pada anggota Kongres Devin Nunez dari California, Republikan terkemuka di Komite Intelijen DPR, yang telah mengajukan gugatan pencemaran nama baik dan kelalaian terhadap Twitter, dengan klaim bahwa Twitter mengizinkan kampanye kotor melawan dirinya.
Ketika menjawab pertanyaan seorang wartawan di Gedung Putih, Selasa (19/3), Trump mengatakan berbagai media sosial memang cenderung memberangus pandangan Partai Republik dan konservatif.
Dalam konferensi pers bersama Presiden Brasil Jair Bolsonaro, Presiden Amerika Donald Trump mengatakan ia memiliki pengikut lebih dari 100 juta orang di Twitter dan platform digital lainnya, dan dia mengambil keuntungan dari perhatian itu.
Data dari Facebook dan laporan mengenai transparansi iklan politik Google yang dihimpun oleh perusahaan komunikasi Bully Pulpit Interactive menunjukkan bahwa kampanye pemilihan ulang Trump telah menghabiskan dana hampir dua kali lipat dari seluruh dana yang dipakai oleh semua calon dari Partai Demokrat untuk iklan di Facebook dan Google. Namun, pada hari Selasa (19/3), dia menuduh outlet-outlet itu bias.
Dia mengatakan, “Berbagai hal dilakukan. Nama-nama dikeluarkan. Orang tidak bisa punya akses lagi. Anda telah mendengar keluhan yang sama, dan tampaknya jika mereka konservatif, jika mereka adalah orang Republik, jika mereka berada dalam kelompok tertentu, maka mereka mengalami diskriminasi dan diskriminasi itu sangat nyata. Saya melihat diskriminasi itu sepenuhnya terjadi di Twitter dan Facebook, yang saya sudah alami juga, dan juga orang lain yang saya lihat.”
Pada pagi harinya, Selasa, Dan Scavino, direktur media sosial untuk Presiden Trump mengunggah pesan bernada marah di Facebook yang mempertanyakan mengapa jaringan itu telah memblokir komentarnya di akunnya sendiri. Raksasa media sosial itu meminta maaf dengan mengatakan bahwa algoritme Facebook membatasi jumlah pesan yang “identik dan berulang” pada satu akun dalam waktu singkat. Menurut Facebook, hal itu dilakukan dalam upaya untuk memblokir spam.
Tetapi Trump menuduh jaringan- jaringan media sosial, acara-acara televisi dan media berita pada umumnya berpihak pada kalangan “Demokrat Radikal Kiri” dan mengatakan para pengguna sadar akan hal itu.
Dia menambahkan, “Masyarakat itu pintar. Mereka tahu. Mereka mengalami semua itu. Apa pun itu membuat mereka kesal sehingga pada akhirnya mereka akan melakukan hal yang tepat. Ini situasi yang sangat, sangat berbahaya. Jadi, saya kira, saya setuju bahwa harus ada evaluasi dengan teliti.”
Devin Nunez, Senin (18/3) mengajukan gugatan terhadap Twitter dan tiga individu pengguna Twitter. Dia menuntut ganti rugi sedikitnya $250 juta. Nunez, yang merupakan anggota tim transisi Presiden Trump, mengklaim bahwa Twitter dengan sengaja tidak menutup akun palsu yang menghinanya. Kasus ini memicu perdebatan tentang apakah mengatur media sosial akan merupakan penyensoran atau pencegahan akan terjadinya pelecehan. [lt/uh]