Setelah hampir satu minggu demonstrasi anti-pemerintah, yang sebagian bergulir menjadi aksi kerusuhan, hari Jumat (23/9) kelompok demonstran pro-pemerintah turun ke jalan. Ribuan orang menghadiri rapat umum di jantung ibu kota Teheran, di mana mereka mengibarkan bendera Iran. Demonstrasi serupa dilangsungkan di beberapa kota lain di Iran.
“Rakyat mendukung sistem yang berkuasa dan para pemimpin tertinggi kami,” ujar Mohammad Mirmohammadi, yang ikut serta dalam rapat umum di Teheran itu.
Pemerintah mengklaim demonstrasi yang mendukung pemerintah itu berlangsung secara spontan.
Para demonstran pro-pemerintah meneriakkan kata-kata kecaman terhadap Amerika dan Israel, yang mencerminkan pernyataan resmi pemerintah Teheran bahwa negara-negara asinglah yang mengorbankan kerusuhan terbaru itu.
Sementara itu, bentrokan antara demonstrasi anti-pemerintah dan pasukan keamanan di beberapa kota besar semakin tak terhindarkan. Para demonstran memprotes tewasnya seorang perempuan berusia 22 tahun dalam tahanan polisi setelah ditangkap polisi moral karena tidak mengenakan jilbab secara benar. Polisi mengatakan perempuan itu meninggal karena serangan jantung dan bukan karena dianiaya. Tetapi pihak keluarga meragukan hal itu.
Kelompok-kelompok hak asasi manusia mengatakan demonstrasi kali ini lebih buruk dibandingkan tahun 2019 ketika ratusan orang tewas dalam demonstrasi menentang kenaikan harga BBM yang dikendalikan negara.
Menurut pemantau lalu lintas internet, Netblocks, Iran telah menutup sebagian akses internet ke dunia luar, dan memperketat pembatasan pada platform popular seperti Instagram dan WhatsApp.
Menurut Associated Press, berdasarkan pernyataan dari media pemerintah dan media semi-resmi lain, sedikitnya 11 orang telah tewas dalam serangkaian demonstrasi sejak pekan lalu. [em/pp]
Forum