Kasus memilukan kembali menimpa buruh migran Indonesia di Malaysia. Adelina Sau, buruh migran asal Indonesia meninggal mengenaskan karena perlakuan tidak manusiawi majikannya.
Perempuan dari Desa Abi, Kecamatan Oenino, Kabupaten Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur, itu menghembuskan napas terakhir di sebuah rumah sakit di Penang, pada 11 Februari 2018.
Sebelum meninggal, Adelina dilaporkan tidur bersama anjing selama sebulan. Saat hendak dievakuasi tim penyelamat, perempuan 21 tahun tersebut tampak ketakutan. Di tubuhnya terdapat nanah bekas luka bakar.
Ironisnya, Pengadilan Tinggi Penang dua pekan lalu mencabut dakwaan terhadap majikan Adelina, S. Ambika. Namun tidak ada penjelasan kenapa majikan Adelina itu dibebaskan.
Menanggapi kasus ini, selusin aktivis buruh dari Keluarga Besar Buruh Migran Indonesia (Kabar Bumi) pada senin (29/4) berunjuk rasa di depan Kedutaan Besar Malaysia di Jakarta. Mereka membentangkan sejumlah spanduk bertulisan "Keadilan untuk Adelina dan semua pekerja rumah tangga migran, adili majikan, akhiri perbudakan modern" dan "Stop human trafficking, end modern slavery."
Juru bicara Kabar Bumi Erwiana Sulistyaningsih menjelaskan demonstrasi ini dilakukan untuk menuntut kepada pemerintah Malaysia untuk membuka kembali proses peradilan untuk kasus Adelina.
"Majikannya yang dihukum itu dibebaskan, padahal dia sudah menyiksa Adelina sampai dia meninggal dunia. Jadi kita menuntut agar majikannya kembai diproses peradilan dan dihukum berat. Dan juga memberikan hak-hak dan ganti rugi kepada Adelina dan keluarga," kata Erwiana.
Kabar Bumi, lanjutnya, juga mendesak pemerintah Indonesia untuk menekan pemerintah Malaysia agar membuka kembali proses peradilan kasus Adelina. Selain itu, segera memperjuangkan supaya pemerintah Malaysia mengesahkan Rancangan Undang-undang Pembantu Rumah Tangga.
Erwiana menekankan Kabar Bumi akan terus berusaha agar perkara Adelina kembali diadili dan majikan yang merupakan pembunuhnya dihukum berat.
Menurutnya, sebagian kondisi buruh migran Indonesia di Malaysia sangat mengenaskan. Di samping menjadi korban perdagangan manusia, mereka menghadapi kondisi kerja mereka tidak manusiawi, seperti jam kerja yang panjang, dan tidak ada libur.
Erwiana menambahkan tahun lalu terdapat sekitar 105 buruh migran Indonesia meninggal di Malaysia dan tahun ini saja sudah lebih dari 30 orang meninggal.
Sekali lagi, Erwiana menuntut pemerintah Indonesia untuk bersikap tegas dalam melindungi buruh migran Indonesia di Malaysia.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Arrmanatha Nasir mengatakan pemerintah Indonesia sangat kaget dan kecewa dengan keputusan yang diambil oleh Pengadilan Tinggi Penang yang membebaskan pembunuh Adelina.
"Kita menghormati hukum yang berlaku di Malaysia. Namun pada saat yang sama kita akan terus mendorong agar kasus ini dilanjutkan, karena memang ada bukti-bukti yang harusnya ditampilkan yang bisa memberatkan pelakunya," ujar Arrmanatha.
Arrmanatha menambahkan pemerintah Indonesia meyakini terdapat bukti-bukti penyiksaan yang mengakibatkan Adelina tewas. Karena itu, pemerintah akan meminta kepada kepolisian dan kejaksaan Malaysia supaya membuka kembali perkara Adelina.
Adelina Sau, hanya tamatan sekolah dasar, berangkat ke Malaysia pada 2015 dengan memalsukan identitas. Tapi di paspornya dia ditulis sudah berusia 21 tahun. Namanya pun dipalsukan dari Adelina Sau menjadi Adelina Lisao.
Paspor Adelina diterbitkan oleh kantor imigrasi di Jawa Timur. Sesuai akta kelahiran, korban dilahirkan pada 1998 namun di paspor ditulis kelahiran 1992.
Adelina merupakan anak kedua dari empat bersaudara. [fw/ab]