Tautan-tautan Akses

Turki akan Selidiki Liputan Pemilu Sejumlah Media Massa


Sejumlah surat kabar Turki yang menampilkan berita tentang Recep Tayyip Erdogan yang kembali memenangkan pemilihan Presiden Turki, terpajang di salah satu kios di Istanbul, Turki, pada 29 Mei 2023. (Foto: Reuters/Hannah McKay)
Sejumlah surat kabar Turki yang menampilkan berita tentang Recep Tayyip Erdogan yang kembali memenangkan pemilihan Presiden Turki, terpajang di salah satu kios di Istanbul, Turki, pada 29 Mei 2023. (Foto: Reuters/Hannah McKay)

Lembaga pengawas penyiaran Turki, pada Selasa (30/5), mengumumkan sedang menyelidiki enam saluran televisi yang dikelola pihak oposisi karena “menghina publik” melalui liputan pemilu presiden putaran kedua yang berlangsung pada Minggu (28/5).

Dewan Tertinggi Radio dan Televisi (RTUK) mengatakan, pemirsa mengeluhkan liputan pemilu, namun lembaga itu tidak memberikan contoh spesifik.

Salah satu saluran televisi yang diselidiki, Tele 1, mengatakan pada situs webnya bahwa tindakan itu menunjukkan “perangkat sensor pemerintah sedang beraksi.”

Penyelidikan itu dilakukan dua hari setelah Presiden Recep Tayyip Erdogan dari Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) memenangkan pemilu presiden putaran kedua.

Serangan terhadap kebebasan pers terjadi sejak sebelum pemilu. Pada saat itu, sejumlah wartawan ditangkap, ditahan, divonis hukuman penjara dan diserang – seringkali karena liputan pemilu, menurut Komite Perlindungan Jurnalis.

Kebebasan berekspresi di dunia maya maupun nyata menurun drastis di Turki selama satu dekade terakhir, menurut Cathryn Grothe, analis riset di Freedom House.

“Presiden Erdogan dan AKP semakin mengendalikan industri media dengan melakukan penyensoran terhadap outlet berita independen dan membungkam mereka yang mengkritik pemerintah atau kebijakannya,” kata Grothe kepada VOA.

“Penyelidikan RTUK baru-baru ini terhadap enam saluran televisi oposisi atas tuduhan bermotif politik ‘menghina publik’ hanyalah contoh lain bagaimana pihak berwenang Turki akan berusaha keras mengontrol narasi dan membungkam oposisi,” kata Grothe.

Penyelidikan itu juga tidak mengejutkan Erol Onderoglu, perwakilan Turki untuk lembaga pengawas media Reporters Without Borders (RSF).

“Kita kini tahu bahwa tujuan akhir dari mereka yang mengatakan, ‘kematian kritik,’ adalah sepenuhnya membungkam mereka yang mengeluarkan suara yang berbeda dengan semena-mena,” kata Onderoglu.

Kedutaan Besar Turki di Washington tidak segera membalas surel VOA untuk permintaan tanggapan.

Saluran televisi yang diselidiki RTUK yaitu Halk TV, Tele 1, KRT TV, TV 5, Flash Haber TV dan Szc TV.

Pada April lalu, RTUK mendenda tiga di antara keenam saluran TV itu karena masalah liputan, termasuk laporan yang mengkritik upaya penyelamatan pascagempa dan suara oposisi yang mengkritik kebijakan AKP.

Pada 2022, RTUK menerbitkan 54 hukuman terhadap lima lembaga penyiaran independen dan hanya empat kepada saluran pro-pemerintah, menurut kelompok pegiat kebebasan berekspresi Article 19.

“RTUK sudah sejak lama menjadi aparat [pihak berwenang],” kata Faruk Eren, ketua serikat pers Konfederasi Serikat Buruh Progresif Turki.

“Hari-hari yang lebih sulit akan dihadapi para jurnalis,” ungkapnya kepada VOA.

RTUK sebelumnya telah menolak kritik tentang caranya beroperasi, dengan mengatakan bahwa lembaga itu bertindak sesuai dengan hukum Turki dan “membela pluralisme, kebebasan pers dan berita yang bebas.”

Pengamat media dan HAM telah menyuarakan keprihatinan mereka tentang apa arti dari kepemimpinan Erdogan berikutnya bagi masyarakat sipil, setelah kepresidenannya diwarnai penindasan terhadap media, penyensoran internet dan permuduhan terhadap kelompok minoritas, seperti dilaporkan Associated Press.

Secara keseluruhan, Turki mendapat peringkat buruk pada Indeks Kebebasan Pers Dunia. Turki berada di peringkat 165 dari 180 negara, di mana peringkat satu merupakan peringkat tertinggi dengan lingkungan media yang terbaik, kata RSF. [rd/lt]

Forum

XS
SM
MD
LG