Sehari setelah dua mahasiswi Indonesia dibebaskan dari tahanan di kota Bursa, pemerintah Turki kembali menangkap seorang mahasiswa Indonesia. Kabar buruk itu disampaikan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dalam rapat kerja dengan Komisi I Bidang Pertahanan dan Luar Negeri DPR RI di gedung parlemen hari Rabu (31/6).
"Dengan sangat menyesal kami perlu juga laporkan bahwa terdapat satu lagi penahanan menimpa satu warga negara Indonesia pada tanggal 26 Agustus. Tentunya KBRI Ankara sudah meminta kembali akses kekonsuleran, tetapi untuk kasus yang 26 Agustus ini belum diberikan akses kekonsuleran," ungkap Retno.
Dalam keterangan tertulisnya, Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia di Luar Negeri – Lalu Muhammad Iqbal mengatakan penangkapan terakhir itu menimpa warga negara Indonesia berinisial SI, mahasiswa di Middle East Technical University di Ankara.
SI dibekuk ketika aparat keamanan Turki menggeledah sebuah rumah yang dikelola yayasan terkait dengan gerakan Hizmet. Rumah itu ditempati SI dan seorang rekannya, yang juga berasal dari Indonesia dan tidak ada di lokasi karena sedang magang di kota lain. Muhammad Iqbal mengatakan SI telah didampingi pengacara saat diperiksa polisi.
Sementara kasus penangkapan Handila Lintang Saputra, mahasiswa Indonesia yang ditahan sejak 3 Juni lalu di kota Gaziantep, dekat perbatasan Turki dan Suriah, Retno Marsudi mengatakan sudah mendapat informasi pihak KBRI di Ankara Selasa malam (30/8) dan telah diberi akses kekonsuleran.
Retno Marsudi menambahkan, KBRI Ankara telah membuat janji untuk bertemu Handika pada 1 September atau besok. Handika ditahan karena dituduh terlibat organisasi teror bersenjata yang berafiliasi dengan gerakan Hizmet dipimpin Fethullah Gulen, tokoh yang diduga berada di balik upaya kudeta yang gagal bulan lalu. Retno Marsudi menegaskan pemerintah tidak tinggal diam dan telah mengambil sejumlah langkah pro-aktif.
"Pertama, kita menegaskan kepada pemerintah Turki bahwa Indonesia, termasuk para mahasiswa Indonesia, tidak ikut campur dalam permasalahan politik domestik di Turki. Kedua, kita melakukan komunikasi secara intensif dan melakukan pendataan terhadap para mahasiswa dan pelajar Indonesia ada di Turki. Ketiga, kita telah meminta para mahasiswa tersebut untuk keluar dari rumah tinggal terkait organisasi-organisasi tersebut serta menampung sementara mereka di fasilitas dimiliki KBRI dan KJRI di Turki," tambah Retno.
Ditambahkannya, pemerintah Indonesia juga sudah mengintensifkan komunikasi dengan otorita Turki bagi jaminan keamanan dan keselamatan para mahasiswa selama dalam tahanan.
Anggota Komisi Luar Negeri DPR Agun Gunanjar berharap tidak ada warga negara Indonesia di Turki yang luput dari jaminan perlindungan pemerintah Indonesia.
"Baik mereka yang sedang menjalani pendidikan lalu akibat dari kondisi politik di Turki, mereka jangan sampai terputus pendidikannya di sana. Kita juga wajib meminta tanggung jawab pemerintah di sana atas kelangsungan pendidikan mereka," ujar Agun.
Dari 728 mahasiswa Indonesia di Turki, 282 di antaranya merupakan mahasiswa penerima beasiswa “Pasiad”. Pemerintah Turki telah mengumumkan paling tidak ada 15 universitas ditutup.
Turki telah berulangkali meminta Amerika supaya segera mengekstradisi Fethullah Gulen yang hingga kini tinggal Pennsylvania. Amerika menolak permintaan itu dengan alasan harus ada proses hukum yang menunjukkan keterlibatan Gulen, sebagaimana yang dituduhkan pemerintah Turki. [fw/em]