Pemerintah Uganda menggelar uji coba vaksin Ebola paling besar dalam usaha mencegah meluasnya penyakit itu.
Epidemi yang melanda Republik Demokratik Kongo yang berbatasan dengan Uganda telah menewaskan lebih dari 1.800 orang, sehingga perebakan ini merupakan yang paling banyak menimbulkan korban. Tingkat kematian dilaporkan mencapai hampir 70 persen.
Vaksin buatan perusahaan Johnson & Johnson itu dibagikan kepada para pejabat kesehatan, sopir ambulans, tim penguburan dan para pejabat kebersihan. Percobaan vaksin ini diperkirakan akan berlangsung selama dua tahun atas sekitar 800 orang di distrik Mbarara di Uganda barat daya.
Sampai kini tidak ada pengobatan Ebola yang resmi, tapi satu vaksin, yang dibuat perusahaan Merck telah digunakan secara efektif pada akhir wabah yang merebak pada 2013-2016 di Kongo dan juga telah digunakan dalam epidemi yang kini berlangsung. Lebih dari 180 ribu orang telah mendapat vaksin ini.
Tapi pasokan vaksin itu tidak menentu dan para petugas kesehatan mengatakan, dalam banyak hal mereka masih kekurangan vaksin. Para pejabat menyerukan digunakannya vaksin buatan Merck dan Johnson&Johnson itu untuk memperbanyak jumlah orang yang bisa dilindungi dari wabah Ebola.
Tapi sebagian pihak termasuk bekas menteri kesehatan Kongo menentang usaha itu, dan mengatakan adanya dua jenis vaksin yang cara kerjanya berbeda hanya akan menyebabkan ketidakpercayaan akan vaksin di kawasan-kawasan tertentu.
Vaksin Merck diberikan dengan satu suntikan dan baru efektif dalam 10 hari, sedangkan vaksin Johnson & Johnson harus diberikan dua kali dengan selang dua bulan. [ii/pp]