Hasto Atmojo Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) bersama tim bertemu dengan Dekan Fisipol dan Rektor UGM Senin (12/11) untuk mendorong penyelesaian kasus percobaan perkosaan terhadap Agni (nama samaran) mahasiswi Fisipol. Agni menjadi korban oleh temannya dari Fakultas Teknik ketika melakukan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Maluku pada Juni 2017.
Usai bertemu Dekan Fisipol Erwan Agus Purwanto, Hasto Atmojo mengatakan, LPSK ingin agar kasus Agni dibawa ke ranah hukum untuk memberikan efek jera kepada pelaku kasus serupa yang ia perkirakan jumlahnya banyak dan perempuan biasanya menjadi korban dengan posisi yang lemah.
“Kami menawarkan sesuai dengan mandat yang ada pada kami, untuk memberikan perlindungan maupun bantuan pada korban. Tetapi tadi sudah disampaikan oleh pak Dekan beberapa upaya yang sudah dilakukan oleh pihak UGM, rektorat bersama fakultas, tetapi kami masih melihat itu berada pada ranah etis, internal. Kami mendorong agar persoalan semacam ini diselesaikan secara hukum supaya menjadi pembelajaran dan juga menjaga marwah UGM ini sebagai perguruan tinggi yang juga mengutamakan penyelesaian secara hukum,” kata Erwan Agus Purwanto.
Erwan Agus Purwanto, Dekan Fisipol cenderung sepakat dengan usulan LPSK,tetapi minta agar tetap memperhatikan kondisi psikologis penyintas.
“Secara prinsip kami sepakat dengan apa yang disampaikan oleh LPSK bahwa mestinya kasus ini pada akhirnya dibawa ke ranah hukum agar bisa diselesaikan dengan gamblang. Namun demikian,untuk menuju kesana, seperti sudah saya sampaikan kepada media bahwa dalam proses itu kita harus memperhatikan kondisi psikologis dari penyintas sehingga sampai saat ini kami terus mendampingi penyintas dengan teman-teman psikolog Fisipol maupun dari Rifka Annisa (Women Crisis Center)”.
Sementara itu, Ninik Rahayu, anggota Ombudsman RI mengatakan kepada media di Yogyakarta pada Sabtu (10/11/18), ia menduga terjadi mal-administrasi dalam penanganan kasus Agni sehingga penyelesaiannya berlarut-larut. Menurut Ninik, rektor UGM selaku ASN (Aparatur Sipil Negara) tertinggi seharusnya memastikan semua pelayanan berjalan baik, termasuk upaya pencegahan pelecehan seksual.
“Saya selaku ombudsman menduga bahwa kampus UGM belum mempersiapkan sumberdaya manusia maupun infrastruktur yang bisa memberikan dukungan kepada perempuan untuk terbebas dari kekerasan seksual. Bagi Ombudsman, ini menjadi pintu masuk untuk melakukan investigasi lebih mendalam melihat potensi adanya kekerasan seksual yang terjadi pada mahasiswa kalau kampus tidak menyediakan upaya pencegahan dan penanganan,” jelasnya.
Rektor UGM Prof. Panut Mulyono menyatakan menolak disebut berpihak kepada pelaku. Ia menegaskan, UGM telah membentuk Tim Investigasi yang rekomendasinya sedang dijalankan.
“Saya sebagai orangtua sejak awal meyakini UGM mampu menyelesaikan persoalan ini berdasar peraturan-peraturan yang ada di UGM. Dan kami yakin bisa menghasilkan keputusan-keputusan yang seadil-adilnya. Dua-duanya anak kami, yang salah kita beri sanksi yang setimpal. Harapannya, dua-duanya nanti lulus dari UGM dan menjadi orang-orang yang lebih baik,” kata Rektor UGM Prof. Panut Mulyono.
Pihak rektorat juga sempat mengundang wakil Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) untukmemberikan masukan terkait kasus Agni. Obed Kresna Widyaprathista, ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) mengusulkan agar UGM memperbaiki aturan terkait pencegahan kekerasan seksual.
“UGM, pertama, harus mengakui bahwa pelecehan seksual merupakan permasalahan yang serius. Saya kira itu yang menjadi titik penekanan kami. Kami juga mendorong pihak kampus tidak berhenti pada persoalan Agni ini saja, tetapi juga pada persoalan struktural karena kita melihat bagaimana birokrasi kampus yang masih sangat bias jender dalam melihat persoalan ini,” jelas Obed.
Ulya Pipin Jamson, dosen Fisipol UGM yang juga bagian dari kelompok “Kita Agni” menegaskan, penyintas ingin agar pelaku diberi sanksi yang tegas. “Yang menjadi tuntutan penyintas adalah pelaku di drop-out disertai catatan buruk sebagai sanksi pelaku perkosaan, dimana Universitas Gajah Mada memiliki kewenangan sampai sejauh tuntutan tersebut. Jadi yang bisa melakukan drop-out kan di level rektorat.”
Sementara itu, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Susana Yembise pada kunjungan kerja di Yogyaarta Jumat (9/11) juga menyuakan dukungan untuk mengawal kasus Agni.
“Kami kementerian akan tetap mendampingi proses ini supaya apapun yang dilakukan, namanya kekerasan seksual,maka yang melakukan harus berhadapan dengan hukum, karena Undang-Undangnya sudah ada,” kata Yohana Yembise. [ms/lt]