Seorang pejabat senior PBB menyatakan proteksionisme dagang, meningkatnya utang sektor swasta dan perusahaan serta rendahnya peningkatan pendapatan merupakan tantangan yang kian besar terhadap prospek ekonomi kawasan Asia Pasifik.
Shamshad Akhtar, Sekretaris Eksekutif Komisi Ekonomi dan Sosial PBB untuk kawasan Asia dan Pasifik (UNESCAP), menyatakan ancaman perang dagang juga mengurangi prospek pertumbuhan positif ekonomi di kawasan itu.
Amerika Serikat telah menekan negara-negara, terutama China, agar mengurangi defisit perdagangan dan neraca berjalan mereka dengan Amerika, yang baru-baru ini memberlakukan bea impor baja dari beberapa negara.
Akhtar mengatakan proteksionisme perdagangan semacam itu merupakan “ancaman yang cukup besar” selain hambatan nontarif yang telah semakin meningkat sejak krisis finansial global tahun 2008, seperti pembatasan arus melintas perbatasan yang semakin membatasi perdagangan.
“Jika Anda melihat trennya, ada krisis pasca 2008 di mana terjadi peningkatan hambatan nontarif yang dihadapi kawasan Asia Pasifik secara keseluruhan. Kenaikan tarif Amerika diklasifikasikan sebagai perang dagang pada akhirnya, jika semua langkah yang diambil itu mendapat reaksi balasan,” ujar Akhtar.
Ia mengatakan perang dagang akan berdampak langsung terhadap pertumbuhan ekonomi kawasan, terutama mempengaruhi usaha kecil dan menengah di Asia Pasifik yang memiliki hubungan perdagangan dengan ekonomi-ekonomi seperti China, sasaran utama dari penetapan tarif oleh Amerika.
Ia juga mengatakan konflik perdagangan merupakan tantangan bagi peraturan multilateral yang telah lama diberlakukan di bawah Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
Akan tetapi para ekonom di Capital Economics yang berbasis di Singapura dan London menyatakan perundingan dagang baru-baru ini antara Amerika dan China, serta melambannya pertumbuhan global, mungkin telah meredakan ancaman perang dagang. [uh]