Uni Eropa pada Minggu (17/3) mengumumkan paket bantuan 8 miliar dolar AS untuk Mesir yang mengalami kekurangan dana. Paket bantuan ini diberikan di tengah kekhawatiran bahwa tekanan ekonomi, konflik dan kekacauan yang melanda negara-negara tetangganya, dapat mendorong lebih banyak migran ke pesisir Eropa.
Kesepakatan itu dijadwalkan akan ditandatangani dalam kunjungan Presiden Komisi Eropa, Ursula von der Leyen dan pemimpin-pemimpin dari Belgia, Italia, Austria, Siprus dan Yunani, menurut pejabat-pejabat Mesir.
Termasuk di dalam paket bantuan itu adalah hibah dan pinjaman untuk masa tiga tahun bagi Mesir, negara Arab dengan jumlah penduduk paling banyak, menurut Misi Uni Eropa di Kairo.
Menurut sebuah dokumen dari Misi Uni Eropa di Mesir, kedua pihak telah meningkatkan kerjasama ke tingkat “kemitraan strategis dan komprehensif”, yang membuka jalan untuk memperluas kerjasama Mesir-Uni Eropa dalam berbagai bidang ekonomi dan nonekonomi.
Uni Eropa akan menyediakan pendampingan bagi pemerintah Mesir untuk memperkuat perbatasan, khususnya dengan Libya, yang merupakan titik transit utama bagi para migran yang lari dari kemiskinan dan konflik di Afrika dan Timur Tengah.
Uni Eropa juga akan mendukung pemerintah Mesir yang menampung warga negara Sudan yang melarikan diri dari perang yang berlangsung hampir satu tahun, antara jenderal-jenderal yang bermusuhan di negara mereka.
Selama puluhan tahun, Mesir telah menjadi tempat berlindung bagi para migran dari sub-Sahara Afrika, yang mencoba lari dari perang dan kemiskinan. Bagi sebagian migran, Mesir adalah tujuan sekaligus tempat terbaik, karena menjadi negara yang paling dekat dan paling mudah untuk dicapai. Bagi sebagian yang lain, Mesir menjadi titik transit sebelum mencoba menyeberangi Laut Tengah menuju Eropa.
Meskipun pesisir Mesir belum menjadi titik penyeberangan besar bagi penyelundup dan pelaku perdagangan manusia yang mengirim kapal-kapal penuh migran melintasi Laut Tengah menuju Eropa, negara itu telah menghadapi tekanan migrasi dari kawasan itu. Negara ini juga menghadapi ancaman tambahan yang semakin besar bahwa perang Israel-Hamas akan meluas ke negaranya.
Paket bantuan ini mengundang kritik dari kelompok HAM internasional, terkait catatan hak asasi Mesir. Amnesty International mengecam kesepakatan ini dan mendesak pemimpin-pemimpin Eropa untuk tidak terlibat dalam pelanggaran HAM yang terjadi di Mesir.
“Pemimpin-pemimpin Uni Eropa harus memastikan bahwa otoritas Mesir mengadopsi tolok ukur yang jelas untuk hak asasi manusia,” kata Kepala Kantor Institusi Eropa dari Amnesty International, Eve Geddie, dalam sebuah pernyataan. Geddie merujuk pada pembatasan Mesir terhadap media dan kebebasan berpendapat, dan tindakan keras terhadap masyarakat sipil. [ns/ka]
Forum