Perang membuat musisi terkenal Naseer Shamma berada jauh dari negara asalnya, Irak, selama beberapa dekade. Kini pemain alat musik oud atau gambus itu berharap dapat membantu membangun kembali Irak lewat sejumlah konser dan proyek lainnya untuk mendukung kebudayaan dan pendidikan.
Penonton di Teater Nasional Irak tampak berdiri dan terbawa emosi ketika Shamma memainkan lagu-lagu klasik dari buku kumpulan lagu Irak dan komposisi modern. "Kami akan menerangi panggung ini, untuk mengubah kegelapan menjadi terang," jelasnya.
Di atas panggung, di belakang Shamma tampak sebuah orkestra, yang juga beranggotakan musisi-musisi perempuan muda, memainkan alat-alat musik tradisional.
Shamma (59 tahun), dikenal sebagai seorang ahli oud modern, alat musik petik berbentuk buah pir, mirip kecapi yang nada-nada dalam dan kunci nadanya yang dapat berubah cepat merupakan hal fundamental dalam musik Arab.
Dilahirkan di kota Kut yang terletak di bagian selatan dan dibesarkan dalam keluarga yang konservatif, Shamma mendapat pelajaran gambus sejak umur 11 tahun dan kemudian lulus dari Akademi Musik Baghdad pada tahun 1987.
Ia melarikan diri dari Irak pada tahun 1993 di masa kediktatoran Saddam Hussein dan menjadi terkenal di dunia internasional. Ia melakukan berbagai pertunjukan di seluruh dunia dan dianugerahi puluhan penghargaan.
Di Kairo, ia mendirikan "House of the Oud", sekolah yang didedikasikan untuk mengajarkan alat musik oud kepada generasi baru.
Shamma, yang kini tinggal di Berlin, kembali ke Irak untuk pertama kalinya pada tahun 2012 untuk melakukan konser yang digelar oleh Liga Arab. Ia merasa terkejut dan diliputi oleh kesedihan setelah melihat negaranya, telah terperosok dalam lingkaran perang dan pertumpahan darah tak berkesudahan setelah invasi pimpinan Amerika yang menggulingkan Saddam Hussein.
Shamma beberapa kali lagi mengunjungi Irak, terakhir kalinya pada tahun 2017 ketika Irak dikoyak perang dengan kelompok militan ISIS.
Tahun ini merupakan pertama kalinya Shamma kembali ke Irak dalam kondisi yang relatif tenang walau dihantam krisis ekonomi. Shamma menggelar serial konser dengan tema “Dahulukan Pendidikan” yang ditujukan untuk menyoroti sistem pendidikan Irak yang semakin buruk akibat konflik, kelalaian pemerintah dan korupsi yang terjadi selama bertahun-tahun.
Tahseen Nazar, seorang warga Baghdad mengatakan, "Musik adalah bagian penting dari kebudayaan masyarakat dan bagian penting dari kehidupan masyarakat di seluruh dunia. Kami kehilangan hal itu untuk sementara waktu karena keadaan, perang dan alasan lainnya. Kini, alhamdulillah, identitas Irak yang sesungguhnya telah kembali, identitas warga Irak yang mencintai kehidupan, kebudayaan, kenyamanan dan musik."
Rowayda, seorang warga Baghdad yang menonton konser itu mengatakan,"Kami berharap acara seperti ini diulang kembali karena kami membutuhkan acara seperti ini. Kami membutuhkan musik, kami membutuhkan segala sesuatu yang indah. Insya Allah, semuanya akan menjadi indah kembali."
Menurut Bank Dunia, tingkat pendidikan di Irak sempat termasuk di antara yang tertinggi di kawasan tersebut. Kini peringkat itu turun, termasuk di antara yang terendah di kawasan Timur Tengah dan Afrika Utara.
Hasil penjualan tiket konser akan digunakan untuk merenovasi Sekolah Balet dan Musik di Baghdad. [lh/uh]