Ketika terjadi bencana erupsi Gunung Semeru di Lumajang, Jawa Timur, pekan lalu, fokus perhatian diarahkan pada upaya penyelamatan dan evakuasi korban, pendirian pos pengungsian, serta pembukaan jalan dan pemulihan infrastruktur yang terdampak.
Perhatian pada anak-anak menjadi urutan kesekian. Padahal menurut Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Seto Mulyadi, atau yang akrab dipanggil Kak Seto, upaya memulihkan trauma harus dilakukan sejak dini.
Ditemui VOA di sela-sela upayanya menghibur anak-anak di pos pengungsian di SMP 2 Pasirian, Lumajang, pada Kamis (9/12) lalu, Kak Seto mengatakan “ibarat sebuah luka di tangan, kalau tidak segera diobati maka akan menimbulkan kecacatan. Maka bagi anak-anak yang berada di daerah bencana, jangan lupakan mereka. Segera ada pendekatan psikologis, diajak untuk berani mengeluarkan perasaannya, diajak bermain gembira seperti sebelum terjadinya bencana ini.”
Selama dua hari Kak Seto tanpa lelah mengunjungi pos pengungsian di Pasirian, Candipuro, dan Penanggal. Ia mengajak anak-anak bernyanyi, menari, menggambar, bermain cerdas-tangkas, mendongeng dan bermain sulap. Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (MenPPPA) Bintang Puspayoga dan Deputi Bidang Perlindungan Anak KemenPPPA Nahar ikut datang menyimak upaya “trauma healing” tersebut.
Diwawancarai secara terpisah, Susianah, salah seorang komisioner KPAI yang selama empat hari ikut mengawasi langsung perlindungan anak pengungsi, menjabarkan bentuk layanan yang diberikan.
“Pertama, layanan dukungan psikososial untuk mengembalikan fungsi sosialnya dalam kehidupan sehari-hari. Kegiatan yang dilakukan seperti Pondok Ceria, menggambar, dongeng, bercerita. Kedua, assessment (pemeriksaan.red) kesehatan mental pasca bencana. Nah jika hasil assessment-nya mengarah pada trauma, maka dilakukan tahapan terapi kesehatan mental, terapi pereda kegelisahan, psikoterapi peristiwa traumatik, dan terapi kesehatan psikologis,” ujarnya.
Pengungsi Capai 9.997 Jiwa
Hingga hari Senin (13/12) korban jiwa akibat erupsi Gunung Semeru telah mencapai 48 orang. Korban luka-luka yang masih dirawat di berbagai rumah sakit mencapai 18 orang, sementara korban yang melakukan rawat jalan di puskesmas dan pos kesehatan berjumlah 2.004 orang.
Jumlah pengungsi yang terdata di Posko Tanggap Darurat Bencana Erupsi Gunung Semeru mencapai 9.997 jiwa, yang tersebar di 148 titik berbagai wilayah. Titik pengungsi terbanyak terdapat di Kabupaten Lumajang yaitu 141 titik, dengan jumlah penyintas 9.754 jiwa.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah BPBD mengatakan untuk mempercepat pencarian korban, tim SAR kini menurunkan 11 anjing pelacak yang berasal dari Polda Jawa Timur, Polres Malang dan Mabes Polri. Puluhan alat berat masih digunakan untuk menangani dampak bencana ini, terutama untuk membuka jalur jalan antara Lumajang dan Malang.
BPBD juga meminta warga, pengunjung dan wisatawan untuk tidak beraktivitas dalam radius satu kilometer dari puncak Gunung Semeru, dan mewaspadai awan panas guguran, guguran lava, dan lahar di sepanjang aliran sungai/lembah yang berhulu di puncak Gunung Semeru.
Selain bantuan finansial dan materil, para pengungsi – khususnya anak-anak – membutuhkan bantuan moril. “Ini yang sebetulnya sangat didambakan oleh semua anak-anak di seluruh dunia kalau mengalami suatu kebencanaan, agar mereka tidak langsung terpuruk dan hancur, tetapi ada resiliensi dan kemampuan beradaptasi,” ujar Kak Seto sebelum meninggalkan Lumajang. [iy/em]