Mahkamah Agung Venezuela telah mengecualikan koalisi oposisi dari pemilihan presiden mendatang. Langkah ini jelas memastikan kemenangan Nicolas Maduro, presiden berhaluan kiri yang tidak populer, untuk menduduki masa jabatan berikutnya.
Pendaftaran partai-partai dan para kandidat untuk mencalonkan diri dalam pemilihan itu dijadwalkan berlangsung akhir pekan ini.
Namun Mahkamah Agung meminta dewan pemilu nasional Kamis malam (25/1) agar mengundurkan pendaftaran itu selama enam bulan.
Mahkamah tidak memberi penjelasan mengenai putusan tersebut.
Pemilihan presiden akan diselenggarakan pada akhir April, yang membuat oposisi tidak dapat mengajukan seorang kandidat pun. Pemilihan ini semula dijadwalkan pada bulan Desember.
Majelis Konstituen dengan suara bulat menyetujui jadwal pemilu baru hari Selasa, sementara Partai Sosialis yang berkuasa berusaha untuk memperkokoh kekuatannya, meskipun Venezuela tengah mengalami kesulitan ekonomi yang sangat besar.
Amerika Serikat menolak keras seruan parlemen untuk mengadakan pemilihan presiden dini.
Sebelum putusan Mahkamah Agung itu, juru bicara Departemen Luar Negeri Amerika Heather Nauert mengukuhkan sikap Amerika hari Kamis (26/1) dengan mengatakan pemilu tersebut tidak akan berlangsung bebas atau adil, dan hanya akan memperdalam, bukannya menyelesaikan ketegangan nasional.
Ia menambahkan pemilu itu tidak akan mencerminkan kehendaki rakyat Venezuela, dan akan dianggap tidak demokratis dan tidak sah oleh masyarakat internasional. Amerika meminta rezim Maduro agar menghormati hak asasi seluruh warga negaranya dan kembali ke tata konstitusional yang demokratis.
Wakil-wakil dari pihak pemerintah Venezuela dan oposisi sedang melakukan perundingan di bawah mediasi internasional di Republik Dominika, dalam upaya menyepakati suatu kerangka kerja bagi pemilu yang adil. [uh]