Virus corona telah menginfeksi ribuan orang di Korea Selatan. Separuh lebih dikaitkan dengan sebuah kelompok agama sempalan -satu dari banyak cabang agama Kristen di negara itu. Jemaatnya mengatakan kelompok mereka sial. Akan tetapi banyak warga Korea yang tidak setuju dan mengatakan bahwa sekte itu tertutup dan tidak sepenuhnya kooperatif dengan pihak berwenang.
Pemimpin Gereja Shincheonji Yesus, Lee Man-hee, mengklaim dirinya menjalankan ramalan Injil yang berbicara atas nama Yesus, dan ia dapat hidup abadi.
Meski demikian, yang membuatnya kini terkenal di seluruh dunia bukanlah itu, melainkan banyaknya orang yang menyalahkan kelompoknya atas wabah virus corona di Korea Selatan.
“Sebagai pemimpin Shincheonji, saya ingin memohon maaf sedalam-dalamnya kepada masyarakat Korea Selatan," kata Lee Man-hee.
Meskipun pihak berwenang telah menutup kantor pusat gereja itu, warga sekitar masih memendam amarah. Seperti diungkapkan Kim Woo-jin dan Koh Il-soon yang tinggal di sekitar gereja tersebut.
“Saya rasa Shincheonji tidak memberi manfaat apapun bagi masyarakat. Justru saya rasa mereka sebenarnya merugikan masyarakat," kata Kim Woo-jin.
“Saya merasa cemas… karena para anggotanya dari seluruh penjuru negeri mengunjungi area ini, saya bahkan tidak benar-benar merasa aman makan di restoran," tambah Koh Il-soon.
Kini, gereja kelompok itu di kota Daegu lebih tampak seperti situs material berbahaya. Di sinilah tempat di mana seorang perempuan paruh baya berusia 61 tahun menghadiri dua pertemuan ibadah, meski tengah demam dan sakit tenggorokan. Ia sebelumnya menolak tes virus corona. Ketika akhirnya ia dites dan hasilnya positif, semuanya sudah terlambat. Ia diyakini telah menginfeksi puluhan orang lainnya.
Hal itu tidak mengherankan bagi para mantan anggota, seperti Kim Choong-il. Ia mengatakan ada tekanan bagi jemaat untuk menghadiri ibadah di gereja itu meskipun sedang sakit.
“Pada dasarnya, mereka harus memenuhi standar kehadiran, kalau tidak mereka akan dikeluarkan dari keanggotaan, dan itulah yang paling ditakuti jemaat Shincheonji," kata Kim Choong-il.
Kim keluar dari kelompok agama itu pada tahun 2004 setelah bergabung selama enam tahun. Kini ia mencoba meyakinkan jemaat lain untuk meninggalkan kelompok tersebut.
“Mereka memaksakan dogma keagamaan mereka terhadap orang-orang dan mencuci otak mereka. Para penganutnya terpenjara secara mental," kata Kim Choong-il.
Terkadang, kelompok Shincheonji menggelar misa secara terbuka, seperti yang pernah dilakukan di sebuah stadion di kota Seoul. Tapi tidak semua kegiatan mereka bersifat publik. Beberapa jemaat mengaku enggan mengungkap keanggotaan mereka dengan alasan takut dipersekusi. Hal itu mempersulit pihak berwenang mengidentifikasi para anggota untuk mengikuti tes virus corona.
Akan tetapi, salah satu anggota gereja Shincheonji yang menetap di Amerika, Jared Wade, bersikeras menyatakan bahwa gerejanya dituduh bersalah secara tidak adil.
“Sekarang banyak yang sudah tahu bahwa orang yang terinfeksi virus itu, terutama pada awalnya, tidak sadar bahwa mereka sudah tertular. Maka itu, menuduh orang dengan sengaja menyebarkan virus adalah sebuah tuduhan yang serius," kata Jared Wade.
Jared juga membantah bahwa orang yang sedang sakit tetap didorong untuk datang ke gereja di tengah wabah yang terjadi. Meski demikian, ia mengaku tidak semua orang menuruti hal itu.
“Para anggota didorong untuk memberikan yang terbaik bagi Tuhan dan mengutamakan Tuhan. Beberapa pihak terkadang menginterpretasikannya dengan tetap datang ke gereja meskipun sedang sakit," katanya.
Kesalahan fatal yang bisa menyebabkan konsekuensi global. [rd/my]