Tautan-tautan Akses

Vonis Terhadap Wartawan di Myanmar, Serangan terhadap Kebebasan Pers


Surat kabar "Myanmar Times" di Yangon, Myanmar, menampilkan berita tentang wartawan Reuters, Wa Lone dan Kyaw Soe Oo, di halaman depan, 4 September 2018.
Surat kabar "Myanmar Times" di Yangon, Myanmar, menampilkan berita tentang wartawan Reuters, Wa Lone dan Kyaw Soe Oo, di halaman depan, 4 September 2018.

Putusan pengadilan di Myanmar untuk menghukum dua wartawan Reuters tujuh tahun penjara karena melanggar undang-undang terkait rahasia negara ditanggapi dengan kemarahan di dalam dan di luar negara itu. Para pengecam menyatakan putusan itu merupakan serangan terhadap kebebasan pers.

Hari Senin (3/9), hakim di pengadilan distrik utara Yangon menyatakan Wa Lone dan Kyaw Soe Oo bersalah melanggar Undang-Undang Rahasia Negara yang disusun pada waktu Myanmar masih berada di bawah pemerintah kolonial Inggris. Undang-undang itu menetapkan ancaman hukuman penjara maksimal 14 tahun.

Kedua wartawan itu ditangkap Desember lalu di Yangon sewaktu mereka sedang menyelidiki pembunuhan 10 lelaki Rohingya di desa di Rakhine, Myanmar Utara, di mana personel militer dituduh terlibat.

Wa Lone dan Kyaw Soe Oo menyatakan seseorang memberi mereka dokumen sebelum polisi mengundang mereka untuk makan malam dan menangkap mereka. Jaksa bersikukuh keduanya ditangkap dalam suatu patroli rutin sewaktu dokumen-dokumen itu ditemukan.

Akan tetapi kesaksian dalam kasus itu mengungkapkan celah dalam argumen jaksa. April lalu, Kapten polisi Moe Yan Naing, yang dipanggil sebagai saksi dari pihak jaksa, mengatakan, kedua wartawan itu sengaja dijebak, sementara petugas lainnya mengatakan ia membakar catatan-catatannya pada malam penangkapan itu, tetapi tidak menjelaskan alasannya.

Sewaktu keluar dari gedung pengadilan seusai persidangan, Wa Lone dan Kyaw Soe Oo tetap bersikap membangkang.

Sewaktu digiring ke mobil polisi yang membawa mereka ke penjara, Wa Lone mengatakan mereka telah dituduh secara tidak adil. “Kami tidak melakukan sesuatupun yang membahayakan negara kami. Kami tidak melakukan kejahatan apapun, tetapi pengadilan tetap memutuskan untuk memvonis kami bersalah.”

Menurut Wa Lone, hal tersebut secara langasung menantang demokrasi dan kebebasan media di Myanmar.

Seorang juru bicara pemerintah tidak dapat dimintai komentarnya, sedangkan pemimpin redaksi Reuters Stephen J. Adler menyatakannya sebagai “hari yang menyedihkan” bagi wartawan di manapun. [uh]

Recommended

XS
SM
MD
LG