Aksi teror terbaru oleh kelompok Mujahidin Indonesia Timur (MIT) menyebabkan tewasnya empat petani kopi di Kabupaten Poso Sulawesi Tengah pada Selasa (11/5). Ada harapan besar warga masyarakat agar aparat keamanan TNI POLRI dapat secepatnya menangkap kelompok itu untuk memulihkan rasa aman warga yang ketakutan dan trauma.
Hingga Jumat sore (14/5) suasana duka masih terasa di desa Kalemago, Kecamatan Lore Timur, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah. Otniel Papunde, Sekretaris Desa itu mengatakan warga berupaya menghibur dan menguatkan para keluarga korban dari empat petani kopi yang dibunuh oleh kelompok teroris Mujahidin Indonesia Timur (MIT). Keempat korban itu telah dimakamkan pada Rabu (12/5) di pekuburan desa itu.
Menurutnya sejak Selasa (11/5) warga sudah menghentikan kegiatan memanen buah kopi serta aktivitas berkebun dan memilih untuk berdiam di dalam desa karena alasan keamanan. Aparat keamanan TNI POLRI dilaporkan juga telah ditempatkan untuk berjaga-jaga di dalam dan sekitar desa itu.
“Karena kami masih trauma, dalam artian aktivitas kami yang paling banyak itu kan ke kebun tetapi dikarenakan masalah dan situasi yang kemarin itu maka masyarakat sekarang belum bisa beraktivitas atau bekerja,” jelas Otniel Papunde dihubungi dari Palu, Jumat (14/5) sore.
Menurutnya warga sangat berharap agar aparat keamanan TNI POLRI dapat segera menangkap kelompok teroris MIT. Selama kelompok itu masih berkeliaran, maka tidak ada rasa aman bagi warga yang berkebun di sekitar lereng pegunungan.
“Kerinduan kami masyarakat Kalemago secara khusus dan semua yang berada di lokasi pinggiran ini agar mereka (Kelompok MIT) bisa dituntaskan supaya tidak ada lagi keraguan mengolah atau beraktivitas di lahan kami itu” ungkap Otniel Papunde.
TNI POLRI Terus Buru Kelompok MIT
Kabid Humas Polda Sulawesi Tengah, Komisaris Besar Polisi Didik Supranoto menegaskan upaya pengejaran terus dilakukan oleh Satuan Tugas Madago Raya untuk menangkap seluruh anggota kelompok teroris Mujahidin Indonesia Timur (MIT). Diakuinya pengejaran terhadap kelompok itu berlangsung dengan tidak mudah oleh sejumlah kendala seperti luasnya hutan pegunungan yang menjadi tempat persembunyian sembilan orang anggota kelompok itu.
“Jadi tempat-tempat yang kita curigai menjadi jalur mereka turun itu sudah ada penyekat-penyekatnya tapi karena luasnya mungkin juga dia bisa menerobos dengan berbagai macam cara lewat dari pos-pos sekat,” jelas Didik Supranoto, Rabu (12/5) di Mapolda Sulawesi Tengah.
Madago Raya yang berarti baik hati dalam bahasa daerah setempat menggantikan nama sandi Tinombala sejak 1 Januari 2021. Operasi itu melibatkan sebanyak 900 personel gabungan TNI-POLRI yang bertugas untuk memburu MIT di hutan pegunungan luas yang secara administratif berada di Kabupaten Poso, Parigi Moutong dan Kabupaten Sigi.
MIT Bertahan Karena Mendapatkan Dukungan Logistik dari Simpatisan
Komandan Komando Resort Militer (Korem) 132 Tadulako Brigjen TNI Farid Makruf mengatakan meskipun tertekan oleh pengejaran aparat keamanan dalam operasi Madago Raya tetapi MIT dapat bertahan karena mendapatkan pasokan informasi dan logistik bahan makanan dari pihak-pihak yang bersimpati dengan kelompok itu.
Dia menceritakan dari peristiwa kontak tembak dengan kelompok itu pada Maret tahun ini, aparat berhasil menyita perbekalan termasuk atribut sepatu dan alat masak yang masih baru.
“Tanggal satu Maret kontak lagi, sudah lengkap lagi tuh perlengkapan, ranselnya eager, bajunya baru, sepatu kanobolnya baru, makanan banyak di situ, bahkan makanan itu baru dikemas, beras, alat masak semua baru. Saya bilang ini siapa begitu, ini bukti bahwa mereka didukung oleh simpatisan,” kata Brigjen TNI Farid Makruf di Kodim 1307 Poso, Selasa, 23 Maret 2021.
Kelompok MIT, menurutnya, tidak mungkin dapat bertahan hidup dengan menangkap hewan liar di hutan, sehingga paling mungkin hanya mengandalkan dukungan pasokan logistik dari pihak lain.
“Mau makan apa di atas, makan ular tidak mungkin, sudah tidak ada ular di atas, Anoa sudah habis, sapi liar juga sudah tidak ada, burung? Susah sekali, ayam hutan nggak ada, jadi andalannya pasokan logistik dari bawah. Ini dia kalau kita mau berhenti sekarang. Menyelesaikan operasi ini berhentilah mendukung mereka,” imbau Brigjen Farid Makruf.
Dia menyebut dari sembilan orang kelompok MIT saat ini, enam diantaranya berasal dari luar Sulawesi Tengah, yaitu dari Bima, Banten dan Maluku, tiga sisanya berasal dari kabupaten Poso.
Ditekankannya bila pasokan logistik maupun informasi kepada kelompok itu tidak ada lagi maka aparat dapat lebih cepat menemukan dan menangkap mereka.
Teror yang diciptakan oleh kelompok MIT disebut Pemerintah Kabupaten Poso turut berdampak luas pada perekonomian warga yang tinggal di sekitar pegunungan yang menjadi basis persembunyian kelompok itu. Ribuan hektar areal perkebunan tidak dapat diolah karena warga khawatir dengan keselamatan mereka. [yl/ab]