Tanda-tanda pemulihan di Sinjar, Irak, mulai tampak. Akan tetapi, hampir semua orang masih menyimpan trauma pascaserangan ISIS pada 2014. Warga etnis Yazidi yang kembali ke kampung halaman mereka itu mengatakan tidak akan terbuka untuk berekonsiliasi dengan tetangga Arab mereka hingga keadilan ditegakkan.
Perpecahan sangat dalam terjadi di Sinjar, Irak utara, yang merupakan kampung halaman kelompok minoritas agama Yazidi yang masih trauma akibat pembunuhan massal dan perbudakan yang dilakukan ISIS terhadap mereka.
Di tengah serangan militan ISIS tahun 2014, banyak warga Yazidi yang meninggalkan kota dan menelantarkan tempat tinggal mereka.
Kini, warga Yazidi yang kembali ke rumah-rumah mereka di Desa Tal Banat di kota Sinjar mengatakan mereka tidak membiarkan masa lalu berlalu.
Ada beberapa upaya rekonsiliasi suku oleh warga Arab dan beberapa tokoh terkenal di kawasan tersebut, akan tetapi tidak membuahkan hasil.
Nawaf Yousef, warga Yazidi yang kehilangan anggota keluarganya akibat kekejaman ISIS, mengatakan, “Tidak ada rekonsiliasi bagi keluarga korban. Beberapa keluarga kehilangan lima, enam atau tujuh anggotanya yang dibunuh. Anak-anak gadis dan perempuan keluarga lain diculik. Sekarang, sebelum warga Arab kembali dan berekonsiliasi, mereka harus duduk bersama dan menunjuk siapa saja di antara mereka yang bergabung dengan ISIS dan dari suku mana, lalu serahkan mereka kepada pemerintah.”
Banyak warga Yazidi yang menuduh warga Arab Sunni mendukung ISIS.
Militan ISIS menghancurkan desa-desa dan situs-situs keagamaan, lalu menjejerkan para lelaki (Yazidi) dan menembaki mereka sebelum menculik ribuan perempuan dan anak-anak untuk diperdagangkan dalam pasar perbudakan modern. Perserikatan Bangsa-Bangsa menyebut serangan itu sebagai aksi genosida.
Hampir semua warga (Yazidi) menyimpan trauma yang belum terselesaikan. Mereka mengingat dengan jelas serangan ISIS yang membunuh ayah dan anak laki-laki mereka, memperbudak ribuan perempuan dan mengirim sisanya ke pegunungan Sinjar.
Salah satu penyintas Yazidi, Saana, menuturkan, “Saya bersumpah saya mungkin akan memenggal mereka karena merekalah penyebab semua penderitaan saya sekarang secara psikologis. Bayangkan, mereka membunuh keluarga saya dan semua orang yang saya cintai. Mereka menculik dan memerkosa kami. Jadi, bayangkan apa reaksi kami (jika warga Arab kembali).”
Tanda-tanda pemulihan tampak di Sinjar. Pusat kota itu dipenuhi pembeli dan pedagang. Lebih dari 200 ribu warga Yazidi yang melarikan diri dari serangan ISIS 2014 lalu kini kembali – sekitar 21.600 di antaranya kembali pada periode Juni hingga September, berkali-kali lipat dari tahun-tahun sebelumnya.
Akan tetapi, mereka yang sudah pulang tidak siap menyambut tetangga Arab mereka.
Sejak jatuhnya militan ISIS, warga Arab Sunni telah berselisih dengan milisi Yazidi. Beberapa warga Sunni pun tewas.
Di samping Desa Tal Banat di Sinjar adalah desa warga Arab Sunni bernama Khailo, di mana warga setempat juga memiliki kekhawatiran tersendiri.
Tetua suku, Sheikh Nawaf Mohammed Ibrahim, mengatakan dirinya ingat ketika kedua komunitas itu tinggal berdampingan “seperti saudara.” Kini, pasukan Yazidi tidak bisa dikendalikan dan tidak membedakan mana keluarga ISIS, mana keluarga sipil, katanya. “Yang mereka inginkan hanyalah membuat kekacauan di daerah ini. Tujuan mereka adalah untuk menghancurkan daerah ini dan mencegah kembalinya populasi sipil (Arab) ke kawasan-kawasan ini.”
Perang melawan ISIS telah membuat banyak penduduk Irak mengungsi. Akan tetapi, kota Sinjar, yang terletak paling utara di Provinsi Nineveh Irak dan dekat dengan perbatasan Suriah, sebagian besar tetap kosong selama bertahun-tahun setelah ISIS diusir dari daerah itu. [rd/jm]