Mengenakan gaun dan kostum tradisional, Payman Salih, beserta suami dan empat putri mereka menunggu di luar sebuah tempat pemungutan suara (TPS) di Irak.
Untuk pertama kalinya sejak ISIS berhasil diusir tahun lalu dari kota-kota dan desa-desa di Irak, jutaan rakyat Irak, memberikan suara untuk sebuah parlemen baru, dan yang selanjutnya akan membentuk sebuah pemerintahan baru.
“Kami ingin kebebasan dan hidup damai, jauh dari kelompok militan,” kata Payman. Semoga pemerintah berikutnya merupakan pemerintahan yang baik, karena dalam empat tahun terakhir, tak ada yang mereka lakukan.”
Banyak pemilih Kurdi, seperti Salih, tidak mendukung Perdana Menteri Haider al-Abadi, setelah sebuah krisis politik tahun lalu menyebabkan Baghdad menutup bandara Kurdi dan menyita tanah yang waktu itu dikuasai oleh kawasan semi otonom itu.
Untuk banyak warga Irak lainnya, Haider al-Abadi melambangkan kemenangan atas ISIS, dan dia merupakan favorit untuk memperpanjang masa jabatannya sebagai perdana menteri. Pesaing lainnya termasuk mantan Perdana Menteri Nuri al-Maliki, dan Hadi al-Amiri, salah satu pemimpin Hashd Shaaby, milisi Shiah yang mendukung pasukan Irak dalam melawan ISIS.
Meskipun Abadi populer, belum tentu dia akan ditunjuk sebagai perdana menteri, dan akan terjadi perundingan berbulan-bulan sebelum sebuah pemerintahan berhasil dibentuk. [jm]