Puluhan orang tua dan aktivis Kurdi pada Minggu (28/11) menggelar aksi protes di luar kantor PBB di Qamishli, Suriah, menentang perekrutan anak-anak oleh kelompok militer setempat.
Demonstrasi itu terjadi setelah sejumlah gadis remaja dilaporkan direkrut oleh kelompok-kelompok yang berafiliasi dengan Pasukan Demokratik Suriah (SDF), sebuah organisasi militer pimpinan kelompok Kurdi yang telah sejak lama menjadi sekutu utama Amerika Serikat dalam pertempuran melawan ISIS.
SDF pada Juni 2019 menandatangani rencana aksi bersama dengan PBB untuk menyudahi dan mencegah perekrutan dan penggunaan anak-anak di bawah usia 18 tahun di wilayah-wilayah yang ada di bawah kendalinya. Tetapi PBB mengatakan sejak penandatanganan rencana itu, ada sedikitnya 160 kasus yang telah didokumentasikan.
Balqis Hussein, 40, mengatakan putrinya yang berusia 15 tahun telah hilang selama sembilan hari. “Putri saya masih di bawah umur. Saya tidak ingin ia direkrut dan memegang senjata. Saya hanya ingin ia kembali ke rumah,” ujar Hussein pada VOA.
Khaled Jabir, Wakil Ketua Unit Perlindungan Anak di Administrasi Otonomi yang dipimpin Kurdi di bagian utara dan timur Suriah membenarkan bahwa kantornya baru-baru ini telah menerima sejumlah keluhan tentang rekrutmen anak-anak.
“Dalam beberapa hari terakhir, kami menerima lima keluhan dari orang tua tentang hilangnya anak-anak mereka,” ujarnya pada VOA. Ia menambahkan “kantor kami telah memfasilitasi pembebasan salah seorang gadis pada hari Minggu (28/11) lalu.”
Menurut Jabir, perekrutan anak adalah masalah besar dan pemerintah daerah menolak praktik itu. Sejak Oktober 2020, unit perlindungan anak telah membantu 213 anak yang direkrut kembali pada keluarga mereka.
Penculikan Anak
Sejumlah orang tua yang anak-anaknya hilang menuduh The Revolutionary Youth, sebuah kelompok kontroversial yang berafiliasi dengan Partai Persatuan Demokratik (PYD) – partai yang secara de facto berkuasa di timur laut Suriah – yang berada di balik perekrutan itu.
“Saya tahu pasti putri saya telah diculik oleh The Revolutionary Youth karena salah seorang gadis yang dibebaskan pada Minggu (28/11) mengatakan pada kami bahwa mereka berada di dalam tahanan kelompok itu,” ujar Hussein, dan menambahkan bahwa kelompok itu “telah bertanggungjawab atas penculikan semacam itu di masa lalu.”
“Jika mereka membebaskan temannya, mengapa mereka tidak membebaskan putri saya dan gadis-gadis lain,” tanya Hussein lirih.
VOA telah berusaha menghubungi The Revolutionary Youth, tetapi tidak mendapat tanggapan.
“Saya telah menghubungi banyak pejabat senior The Revolutionary Youth dan Pasukan Demokratik Suriah (SDF), termasuk kantor Mazloum Abdi,” ujar Hussein merujuk pada komandan SDF. “Mereka semua memberikan janji tetapi kami belum melihat bukti apapun.”
Jabir mengatakan upaya untuk membebaskan empat gadis lainnya hingga kini masih berlangsung.
Tekanan Amerika
Menurut Nicholas Heras, analis senior di Newlines Institute for Strategy and Policy, Amerika Serikat telah menempatkan SDF “dalam pengawasan ketat terkait soal hak asasi manusia.”
“Ada tekanan signifikan di Washington pada militer Amerika untuk memastikan agar SDF memenuhi standar hak asasi manusia tertentu, seperti larangan merekrut tentara anak-anak,” ujarnya pada VOA.
“Tujuan rencana aksi PBB itu adalah untuk menciptakan sebuah cara guna mengukur dan mengevaluasi kepatuhan SDF pada norma-norma hak asasi manusia internasional, bukan sebagai tujuan negara itu sendiri,” tambahnya.
Ia menambahkan bahwa “Kongres Amerika dapat memainkan peran utama untuk memastikan agar SDF mematuhi norma-norma internasional terkait perekrutan tentara anak dengan mengaitkannya dengan bantuan keamanan Amerika pada SDF berdasarkan bukti yang jelas bahwa SDF memenuhi Tujuan-Tujuan PBB.” [em/lt]