Tautan-tautan Akses

WFP: Tingkat Kelaparan Tinggi akibat Perang, Perubahan Iklim dan Pandemi


Warga yang terdampak oleh peperangan antre untuk mendapatkan bantuan pangan dari Program Pangan Dunia (WFP) di Old Fangak, negara bagian Jonglei, Sudan Selatan (foto: dok).
Warga yang terdampak oleh peperangan antre untuk mendapatkan bantuan pangan dari Program Pangan Dunia (WFP) di Old Fangak, negara bagian Jonglei, Sudan Selatan (foto: dok).

Program Pangan Dunia mengatakan banyak negara yang terkena dampak konflik, COVID-19 dan perubahan iklim mengalami tingkat kelaparan yang tinggi, sehingga mengancam kehidupan ribuan orang yang tidak memiliki cukup makanan.

Para pejabat Program Pangan Dunia (WFP) mengatakan mereka khawatir lebih banyak orang akan meninggal karena kelaparan akibat dampak COVID-19 pada perekonomian daripada akibat pandemi itu sendiri. Sejauh ini pandemi telah menginfeksi lebih dari 30 juta orang di seluruh dunia, dan hampir 1 juta orang telah meninggal dunia.

Badan tersebut memperingatkan banyak orang di negara-negara yang mengalami konflik berada di ambang kelaparan karena penghentian berbagai kegiatan ekonomi dan karantina wilayah yang bertujuan untuk mengekang virus corona telah menghilangkan lapangan pekerjaan dan mata pencaharian. Misalnya, WFP mengatakan hampir 22 juta orang di Republik Demokratik Kongo diperkirakan akan menghadapi krisis kelaparan karena meningkatnya kekerasan dan ditambah lagi dengan COVID-19.

Juru bicara WFP Tomson Phiri mengatakan kelaparan bertahun-tahun akibat konflik di Yaman membuat negara berpenduduk lebih dari 30 juta itu sangat rentan terhadap penyakit dan kematian akibat pandemi.

“Sekitar 20 juta orang terancam kekurangan pangan karena perang, ekonomi yang runtuh dan devaluasi mata uang, harga pangan yang tidak terjangkau dan kerusakan infrastruktur publik. Kami yakin 3 juta lainnya sekarang mungkin menghadapi kelaparan karena virus,” ujar Phiri.

Tomson Phiri adalah juru bicara WFP di Sudan Selatan dan dia mengatakan sangat prihatin dengan dampak COVID-19 pada populasi yang melemah selama bertahun-tahun akibat kekerasan tanpa henti.

“Sudan Selatan sudah mengalami kekurangan pangan parah bahkan sebelum munculnya COVID-19. Sekitar 6,5 juta orang diperkirakan akan menghadapi kerawanan pangan yang parah pada puncak musim kelaparan di bulan Juli. Kita semua mengira Sudan Selatan berada di jalan menuju perdamaian, tapi kemudian sekarang di sana terjadi kekerasan, kekerasan baru, lebih banyak kekejaman di negara bagian Jonglei,” tambahnya.

Saat ini adalah puncak musim hujan, dan Phiri mengatakan negara bagian Jonglei tenggelam dalam banjir, tantangan ekonomi, konflik, dan COVID-19. Dia menambahkan jutaan orang di Nigeria, Burkino Faso, dan negara-negara lain juga menghadapi tingkat krisis kelaparan akibat COVID. Dia memperingatkan, banyak orang akan meninggal karena mereka tidak mampu memperoleh makanan yang mereka perlukan. [lt/jm]

XS
SM
MD
LG