Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendesak aksi darurat untuk mencegah meluasnya resistensi terhadap terapi kombinasi yang menggunakan obat artemisinin, obat paling efektif untuk mengatasi malaria. WHO meluncurkan program baru untuk melindungi senjata paling ampuh untuk mengatasi penyakit mematikan ini.
Penemuan resistensi terhadap artemisinin di perbatasan Kamboja dengan Thailand tahun 2008 merupakan peringatan bahaya, karena obat-obatan ini adalah obat paling efektif untuk melawan malaria falciparum, jenis malaria yang paling mematikan.
Direktur Jendral WHO, Margaret Chan, mengatakan artemisinin dalam kombinasi dengan obat-obatan anti-malaria yang lain meningkatkan kemungkinan pemberantasan parasit malaria.
Menurut Chan, “Kegunaan berbagai terapi saat ini menghadapi ancaman. Dalam beberapa dasawarsa belakangan ini, kita telah kehilangan obat unggul satu persatu dengan munculnya resistensi atau kekebalan yang secara cepat menyebar ke seluruh dunia sehingga semua obat-obatan yang ada tidak berguna. Ini bukan pernyataan yang berlebihan apabila saya katakana bahwa kekebalan yang tersebar luas terhadap artemisinin dapat menimbulkan bencana hebat.”
WHO mengatakan kemajuan pesat telah terjadi sejak dasawarsa lalu dalam upaya memerangi malaria. Organisasi itu memperkirakan jumlah kasus malaria turun lebih dari setengah di 43 negara.
Sebuah analisa baru-baru ini di 34 negara Afrika mendapati lebih dari 730.000 orang telah diselamatkan antara tahun 2000 sampai 2010, hampir tiga perempatnya sejak tahun 2006. Ini terjadi dengan penggunaan kelambu yang dicelup insektisida dan terapi kombinasi artemesinin.
Para pejabat kesehatan publik mengatakan banyak orang akan mati jika kekebalan terhadap artemisinin tidak dihentikan dengan tepat.
Koordinator program malaria global WHO, Pascal Ringwald, mengatakan kepada VOA mengenai lima langkah aksi global untuk menghadapi hal tersebut.
Ringwald menjelaskan, “Yang kita usahakan menghentikan meluasnya resistensi terhadap artemisinin, menggunakan perawatan yang lebih baik, melakukan kontrol dan pendidikan masyarakat. Kita juga harus meningkatkan pemantauan tentang keefektifan obat anti-malaria. Ini artinya kita harus melihat jika obat masih efektif dan resistensi terhadap artemesinin tidak muncul di tempat lain.”
Dr. Ringwald mengatakan pentingnya untuk memperbaiki ujicoba diagnostik guna memastikan orang dirawat karena malaria dan bukan karena demam yang disebabkan penyakit lainnya.