JENEWA —
Dalam memperingati hari Malaria Sedunia (25 April) WHO mengatakan perjuangan melawan penyakit yang bisa dicegah dan diobati ini bisa dimenangkan dengan dukungan dana yang lebih besar.
Kemajuan besar telah dicapai dalam memberantas malaria. Dan, WHO mengatakan sekarang adalah waktu untuk mengambil manfaat dari keberhasilan tersebut.
John Reeder, Direktur Program Malaria Global WHO, mengatakan anggaran internasional pengendalian penyakit malaria telah meningkat dari $100 juta pada tahun 2000 menjadi $1.94 miliar pada tahun 2012. Dia mengatakan kepada VOA bahwa selama periode itu, angka kematian akibat malaria telah menurun 42 persen secara global dan 49 persen di Afrika. Dia mengatakan nyawa lebih dari tiga juta anak telah terselamatkan.
“Jadi, jelas, meningkatkan investasi dalam bidang malaria adalah hal tepat dan memang berhasil. Kita telah melihat hal-hal seperti peningkatan program kelambu. Selama beberapa tahun, program itu telah meningkat dari 70 juta kelambu yang dibagikan tahun 2012 menjadi 136 juta tahun lalu. Dan tahun ini, akan ada sekitar 200 juta kelambu yang dibagikan,” papar Dr. Reeder.
Meskipun terdapat kemajuan, malaria tetap merupakan masalah dunia, khususnya di Afrika. WHO menunjukkan 207 juta kasus malaria, termasuk 627,000 kematian. Badan Kesehatan PBB itu mengatakan 90 persen dari kematian ini terjadi pada anak-anak di bawah umur lima tahun di sub-Sahara Afrika.
WHO mencatat 80 persen dari kasus malaria ditemukan di 18 negara Afrika, dimana setengah dari kasus itu terdapat di Nigeria dan Republik Demokratik Kongo.
Dikatakan malaria sangat banyak mengimbas masyarakat miskin dan menimbulkan dampak buruk pada ekonomi Afrika.
Diperkirakan Afrika rugi $12 miliar setiap tahunnya dalam produktivitas yang hilang. Dikatakan penyakit itu mengakibatkan beban berat pada sistem kesehatan nasional,menyita 40 persen dari anggaran kesehatan umum di beberapa negara .
Dr. Reeder mengatakan adalah mungkin untuk menahan laju penyebaran malaria. Namun, ia mengemukakan bahwa salah satu masalah yang mempengaruhi pemberantasan malaria adalah sulitnya melaksanakan program yang efektif dalam konteks sistem kesehatan yang melemah.
Dr. Reeder mengatakan meningkatnya kekebalan terhadap terapi kombinasi berbasis Artemisnin, terapi paling efektif anti-malaria yang tersedia, bisa menghapuskan kemajuan yang telah diperoleh dengan susah payah selama ini.
Dia mengatakan upaya-upaya mencegah kekebalan, dan penelitian dan pengembangan alat-alat baru untuk pemberantasan penyakit tersebut adalah penting. Namun, hal ini memerlukan dana besar.
Ia mengatakan Program International Roll Back Malaria memerlukan 5.1 milyar setiap tahun hingga tahun 2020 untuk menyediakan kelambu insektisida, penyemprotan dalam rumah, pengujian diagnostik cepat dan upaya pencegahan untuk mereka yang berisiko.
Kemajuan besar telah dicapai dalam memberantas malaria. Dan, WHO mengatakan sekarang adalah waktu untuk mengambil manfaat dari keberhasilan tersebut.
John Reeder, Direktur Program Malaria Global WHO, mengatakan anggaran internasional pengendalian penyakit malaria telah meningkat dari $100 juta pada tahun 2000 menjadi $1.94 miliar pada tahun 2012. Dia mengatakan kepada VOA bahwa selama periode itu, angka kematian akibat malaria telah menurun 42 persen secara global dan 49 persen di Afrika. Dia mengatakan nyawa lebih dari tiga juta anak telah terselamatkan.
“Jadi, jelas, meningkatkan investasi dalam bidang malaria adalah hal tepat dan memang berhasil. Kita telah melihat hal-hal seperti peningkatan program kelambu. Selama beberapa tahun, program itu telah meningkat dari 70 juta kelambu yang dibagikan tahun 2012 menjadi 136 juta tahun lalu. Dan tahun ini, akan ada sekitar 200 juta kelambu yang dibagikan,” papar Dr. Reeder.
Meskipun terdapat kemajuan, malaria tetap merupakan masalah dunia, khususnya di Afrika. WHO menunjukkan 207 juta kasus malaria, termasuk 627,000 kematian. Badan Kesehatan PBB itu mengatakan 90 persen dari kematian ini terjadi pada anak-anak di bawah umur lima tahun di sub-Sahara Afrika.
WHO mencatat 80 persen dari kasus malaria ditemukan di 18 negara Afrika, dimana setengah dari kasus itu terdapat di Nigeria dan Republik Demokratik Kongo.
Dikatakan malaria sangat banyak mengimbas masyarakat miskin dan menimbulkan dampak buruk pada ekonomi Afrika.
Diperkirakan Afrika rugi $12 miliar setiap tahunnya dalam produktivitas yang hilang. Dikatakan penyakit itu mengakibatkan beban berat pada sistem kesehatan nasional,menyita 40 persen dari anggaran kesehatan umum di beberapa negara .
Dr. Reeder mengatakan adalah mungkin untuk menahan laju penyebaran malaria. Namun, ia mengemukakan bahwa salah satu masalah yang mempengaruhi pemberantasan malaria adalah sulitnya melaksanakan program yang efektif dalam konteks sistem kesehatan yang melemah.
Dr. Reeder mengatakan meningkatnya kekebalan terhadap terapi kombinasi berbasis Artemisnin, terapi paling efektif anti-malaria yang tersedia, bisa menghapuskan kemajuan yang telah diperoleh dengan susah payah selama ini.
Dia mengatakan upaya-upaya mencegah kekebalan, dan penelitian dan pengembangan alat-alat baru untuk pemberantasan penyakit tersebut adalah penting. Namun, hal ini memerlukan dana besar.
Ia mengatakan Program International Roll Back Malaria memerlukan 5.1 milyar setiap tahun hingga tahun 2020 untuk menyediakan kelambu insektisida, penyemprotan dalam rumah, pengujian diagnostik cepat dan upaya pencegahan untuk mereka yang berisiko.