Tautan-tautan Akses

WHO Konfirmasi Penularan Cacar Monyet Pertama Melalui Hubungan Seksual di Kongo


Ampul-ampul vaksin Jynneos untuk mencegah cacar monyek tampak di tempat pendingin di lokasi vaksinasi di New York, 29 Agustus 2022. (Foto: Jeenah Moon/AP Photo)
Ampul-ampul vaksin Jynneos untuk mencegah cacar monyek tampak di tempat pendingin di lokasi vaksinasi di New York, 29 Agustus 2022. (Foto: Jeenah Moon/AP Photo)

Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) mengonfirmasi kasus penularan penyakit cacar monyet dari hubungan seksual untuk pertama kalinya di Republik Demokratik Kongo. Konfirmasi itu dirilis pada saat negara itu sedang menghadapi merebaknya wabah terbesar yang meresahkan tersebut. Para ilmuwan Afrika memperingatkan hal itu akan menyulitkan penyebaran penyakit itu.

Dalam pernyataan yang dirilis pada Kamis (23/11) petang, badan kesehatan PBB itu mengatakan seorang penduduk Belgia pergi ke Kongo pada Maret dan terbukti positif terjangkit cacar monyet atau mpox tak lama kemudian. WHO mengatakan individu itu "mengidentifikasi dirinya sebagai pria yang punya hubungan seksual dengan pria lain". Dia pernah mengunjungi klub-klub rahasia untuk kaum pria gay dan biseksual.

WHO mengatakan di antara kontak-kontak seksualnya, lima dinyatakan positif terjangkit mpox.

"Ini adalah bukti definitif pertama penularan cacar monyet secara seksual di Afrika," kata Oyewale Tomori, pakar virus asal Nigeria yang bertugas di sejumlah kelompok penasihat WHO.

"Ide bahwa penularan dengan cara itu tidak mungkin terjadi di sini sudah terbantahkan."

Mpox sudah endemis di beberapa bagian di Afrika tengah dan barat selama beberapa dekade. Biasanya, virus menular dari hewan pengerat yang terinfeksi ke manusia dan menyebabkan wabah yang penyebarannya terbatas. Tahun lalu, epidemi mpox dipicu utamanya oleh hubungan seksual antara pria gay dan biseksual di Eropa yang menyebar di lebih dari 100 negara. WHO menyatakan wabah itu sebagai kegawatdaruratan global. Hingga saat ini, kasus mpox sudah mencapai 91 ribu.

WHO mencatat ada puluhan klub rahasia di Kongo di mana para pria berhubungan seksual dengan pria lainnya, termasuk mereka yang bepergian ke bagian lain di Eropa dan Afrika. Badan itu menggambarkan perebakan wabah mpox baru-baru ini sebagai 'tidak biasa' dan mengatakan wabah itu menekankan risiko penyakit itu menyebar luas di antara jejaring nasional.

WHO menambahkan wabah mpox tahun ini di Kongo juga menandai untuk pertama kalinya penyakit itu teridentifikasi di ibu kota Kongo, Kinshasa dan di South Kivu, provinsi yang diguncang konflik. Mpox sudah menjangkiti 12.500 orang dan menewaskan 580 orang di negara itu sejauh ini.

Menurut WHO, angka itu kira-kira dua kali lipat angka kasus pada 2020, yang menjadikan perebakan wabah mpox terbesar Kongo.

Pakar virologi Tomori mengatakan bahkan angka itu kemungkinan besar masih di bawah angka sebenarnya dan membawa implikasi bagi seluruh Afrika, mengingat kegiatan surveilans atau pengawasan penyakit di benua itu yang kerap tidak merata.

"Yang terjadi di Kongo kemungkinan besar terjadi di bagian lain di Afrika," kata Tomori.

"Penularan cacar monyet secara seksual kemungkinan besar terjadi di sini, tetapi komunitas (gay) bersembunyi karena aturan hukum [anti-LGBTQ] yang keras di beberapa negara."

Dia mengatakan bahwa mendorong orang-orang yang berisiko terjangkit virus itu untuk sembunyi-sembuyi akan makin menyulitkan meredam penyakit itu.

Virus mpox menyebabkan demam, menggigil, ruam dan luka pada wajah atau alat kelamin. Kebanyakan penderita pulih dalam beberapa minggu tanpa memerlukan rawat inap.

WHO mengatakan risiko mpox menyebar ke negara lain di Afrika dan secara global "tampak signifikan." Lembaga itu menambahkan kemungkinan ada "potensi konsekuensi yang lebih berat" daripada epidemis dunia pada tahun lalu.
Tomori menyesalkan bahwa ketika perebakan wabah mpox di Eropa dan Amerika Utara memicu program imunisasi massal di antara populasi yang terdampak, tidak ada usulan mengenai rencana seperti itu di Afrika. [ft/ah ]
XS
SM
MD
LG