JENEWA —
Dalam penelitian terbesar yang pernah dilakukan sehubungan dengan polusi perkotaan, data dari survei pada 1600 kota di 91 negara mengungkapkan masyarakat yang hidup di kota-kota ini menghirup udara kotor. WHO mengatakan hal ini mengakibatkan jutaan orang berisiko mengalami masalah kesehatan jangka panjang yang serius.
Direktur WHO untuk Kesehatan Masyarakat dan Lingkungan Hidup Maria Neira menyebutnya sebagai masalah kesehatan masyarakat yang besar.
“Situasi di depan kita mengatakan bahwa secara global, sayangnya, situasi polusi udara memburuk, dengan perkecualian negara-negara dengan pendapatan yang tinggi di mana diperkirakan keadaan akan membaik. Tapi ini hanya mewakili 12 persen dari populasi yang tinggal di kota,” kata Neira.
WHO memperkirakan 3.7 juta warga di bawah usia 60 meninggal dini karena polusi udara pada 2012. Dikatakan hampir 90 persen dari kematian-kematian ini terjadi di negara-negara dengan pendapatan rendah dan menengah, dengan angka tertinggi di wilayah Pasifik Barat dan Asia Tenggara.
Para petugas kesehatan mengatakan udara yang buruk meningkatkan risiko kematian karena penyakit jantung dan stroke, juga penyakit saluran-saluran pernafasan dan kanker.
Kajian itu mangatakan sejumlah faktor berada di belakang meningkatnya polusi udara. Ini mencakup ketergantungan pada bahan bakar fosil, seperti pembangkit listrik tenaga batubara, ketergantungan pada mobil, penggunaan energi yang tidak efisien di gedung-gedung dan penggunaan biomassa untuk memasak dan untuk alat pemanas ruangan.
Koordinator Interventions for Healthy Environments, Carlos Dora, mengatakan tidak seperti air atau limbah, kita tidak bisa membuat pabrik pengolahan untuk menyaring udara kotor, tetapi kota-kota dapat mengambil langkah-langkah lain.
“Kota-kota mempunyai banyak kebijakan yang mereka bisa kontrol, yaitu bangunan-bangunan, terutama gedung hemat energi, transportasi, tata guna tanah yang memiliki dampak yang sangat besar pada kualitas udara dan kesehatan masyarakat,” kata Dora.
Studi itu mendapati bahwa beberapa kota meningkatkan kualitas udara melalui berbagai kebijakan.
Langkah-langkah tersebut mencakup larangan penggunaan batubara untuk pemanas ruangan, produksi bahan bakar yang terbarukan atau bahan bakar yang tidak mengakibatkan polusi untuk produksi listrik, dan meningkatkan efisiensi mesin kendaraan bermotor.
Direktur WHO untuk Kesehatan Masyarakat dan Lingkungan Hidup Maria Neira menyebutnya sebagai masalah kesehatan masyarakat yang besar.
“Situasi di depan kita mengatakan bahwa secara global, sayangnya, situasi polusi udara memburuk, dengan perkecualian negara-negara dengan pendapatan yang tinggi di mana diperkirakan keadaan akan membaik. Tapi ini hanya mewakili 12 persen dari populasi yang tinggal di kota,” kata Neira.
WHO memperkirakan 3.7 juta warga di bawah usia 60 meninggal dini karena polusi udara pada 2012. Dikatakan hampir 90 persen dari kematian-kematian ini terjadi di negara-negara dengan pendapatan rendah dan menengah, dengan angka tertinggi di wilayah Pasifik Barat dan Asia Tenggara.
Para petugas kesehatan mengatakan udara yang buruk meningkatkan risiko kematian karena penyakit jantung dan stroke, juga penyakit saluran-saluran pernafasan dan kanker.
Kajian itu mangatakan sejumlah faktor berada di belakang meningkatnya polusi udara. Ini mencakup ketergantungan pada bahan bakar fosil, seperti pembangkit listrik tenaga batubara, ketergantungan pada mobil, penggunaan energi yang tidak efisien di gedung-gedung dan penggunaan biomassa untuk memasak dan untuk alat pemanas ruangan.
Koordinator Interventions for Healthy Environments, Carlos Dora, mengatakan tidak seperti air atau limbah, kita tidak bisa membuat pabrik pengolahan untuk menyaring udara kotor, tetapi kota-kota dapat mengambil langkah-langkah lain.
“Kota-kota mempunyai banyak kebijakan yang mereka bisa kontrol, yaitu bangunan-bangunan, terutama gedung hemat energi, transportasi, tata guna tanah yang memiliki dampak yang sangat besar pada kualitas udara dan kesehatan masyarakat,” kata Dora.
Studi itu mendapati bahwa beberapa kota meningkatkan kualitas udara melalui berbagai kebijakan.
Langkah-langkah tersebut mencakup larangan penggunaan batubara untuk pemanas ruangan, produksi bahan bakar yang terbarukan atau bahan bakar yang tidak mengakibatkan polusi untuk produksi listrik, dan meningkatkan efisiensi mesin kendaraan bermotor.