Vaksin kolera merupakan perangkat utama dalam pemberantasan penyakit yang menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO) membunuh 100.000 orang setahun. Kemajuan dalam pengembangan vaksin dan hasil yang baik menyokong pembuatan vaksin kolera. Namun yang membuat para menteri kesehatan dan badan-badan bantuan semakin banyak menggunakan vaksin itu adalah luasnya dampak kolera, karena 800 juta orang tidak punya fasilitas ke air bersih dan 2,5 miliar orang tidak punya sanitasi yang baik.
Penularan penyakit itu bisa dicegah; dengan menghindari makanan atau air yang tercemar. Namun, kolera mudah merebak dalam kondisi yang umum terdapat di dunia berkembang: sanitasi buruk, kurangnya fasilitas air bersih, permukiman padat, khususnya di wilayah perkotaan, dan infrastruktur yang tidak kokoh yang mudah hancur dalam bencana alam yang berulang terjadi.
WHO memperkirakan antara tiga sampai lima juta orang tertular kolera setiap tahun, dan 130.000 meninggal karenanya. Pemberian vaksin kolera lewat mulut yang disetujui WHO merupakan satu cara untuk memperbaiki usaha melawan perebakan penyakit itu.
Stephen Martin, yang duduk dalam majelis WHO untuk mencadangkan vaksin kolera, mengatakan, “Alasan dasar pencadangan adalah vaksin kolera itu berada di tempat berbeda dari tempat terjadinya perebakan. Kolera adalah penyakit kelompok miskin, dan karenanya tidak ada dukungan kuat untuk menyediakan vaksin kolera. Jadi, sangat sulit bagi perusahaan penghasil vaksin punya pasar yang pasti dan merencanakan meningkatkan kapasitas produksi vaksin. Yang kami harap bisa dilakukan adalah memastikan adanya permintaan yang akan meningkatkan kapasitas produksi global.”
WHO membutuhkan sekitar empat juta dolar untuk melakukan pencadangan vaksin kolera sebanyak dua juta dosis. Menurut Martin, dua dosis vaksin kolera yang diberikan lewat mulut memberi 60 sampai 70 persen perlindungan untuk dua sampai tiga tahun.
Penularan penyakit itu bisa dicegah; dengan menghindari makanan atau air yang tercemar. Namun, kolera mudah merebak dalam kondisi yang umum terdapat di dunia berkembang: sanitasi buruk, kurangnya fasilitas air bersih, permukiman padat, khususnya di wilayah perkotaan, dan infrastruktur yang tidak kokoh yang mudah hancur dalam bencana alam yang berulang terjadi.
WHO memperkirakan antara tiga sampai lima juta orang tertular kolera setiap tahun, dan 130.000 meninggal karenanya. Pemberian vaksin kolera lewat mulut yang disetujui WHO merupakan satu cara untuk memperbaiki usaha melawan perebakan penyakit itu.
Stephen Martin, yang duduk dalam majelis WHO untuk mencadangkan vaksin kolera, mengatakan, “Alasan dasar pencadangan adalah vaksin kolera itu berada di tempat berbeda dari tempat terjadinya perebakan. Kolera adalah penyakit kelompok miskin, dan karenanya tidak ada dukungan kuat untuk menyediakan vaksin kolera. Jadi, sangat sulit bagi perusahaan penghasil vaksin punya pasar yang pasti dan merencanakan meningkatkan kapasitas produksi vaksin. Yang kami harap bisa dilakukan adalah memastikan adanya permintaan yang akan meningkatkan kapasitas produksi global.”
WHO membutuhkan sekitar empat juta dolar untuk melakukan pencadangan vaksin kolera sebanyak dua juta dosis. Menurut Martin, dua dosis vaksin kolera yang diberikan lewat mulut memberi 60 sampai 70 persen perlindungan untuk dua sampai tiga tahun.