Research Center for Security and Violent Extremism (ReCURE) bersama Sekolah Kajian Stratejik dan Global (SKSG) Universitas Indonesia secara perdana meluncurkan Indeks Terorisme Dunia (World Terrorism Index/WTI) di Jakarta, Senin (13/1). WTI ini menyajikan data secara kualitatif dan kuantitatif tentang fenomena terorisme global.
Berdasarkan Indeks Terorisme Dunia, Indonesia menempati peringkat ke-51 dari 127 negara dengan kategori terdampak rendah akibat serangan terorisme. Peringkat ini diperoleh setelah sepanjang 1 Januari hingga 31 Desember 2024, tidak terjadi satu pun serangan teror di Indonesia. Namun selama periode itu, terjadi penangkapan terhadap 18 tersangka teroris. Posisi Indonesia tersebut di atas Korea Selatan, namun di bawah Cile. Ketiga negara ini sama-sama memiliki skor 18.
Sementara negara-negara yang masuk kategori very high atau sangat tinggi adalah Myanmar pada peringkat pertama (skor 13055), Pakistan peringkat ke-2 (skor 8706), Sudan peringkat ke-3 (skor 8030), Nigeria peringkat ke-4 (skor 6760), dan Burkina Faso peringkat ke-5 (skor 5241).
Kepala Program Studi Kajian Terorisme SKSG UI Muhammad Syauqillah mengatakan meskipun Indonesia merupakan negara yang masuk katagori rendah terhadap dampak terorisme, pemerintah perlu tetap terus waspada karena terorisme dalam negeri terpengaruh situasi global, apalagi ketika teknologi digital semakin maju. Selain itu, masih adanya penangkapan terhadap teroris juga menandakan masih adanya ancaman.
“Memang betul ada zero terrorist attack di Indonesia tetapi dari sisi ancaman itu masih ada, terbukti kalau misalkan kita tidak masukkan penangkapan bisa saja Indonesia itu nol skornya, tidak ada sama sekali. Kemudian, kami merasa bahwasanya masih ada ancaman terkait terorisme kami memasukkan penangkapan sebagai basis data untuk menghitung masih ada ancaman terorisme,” ujarnya.
Syauqillah mengharapkan Indeks Terorisme Dunia tersebut dapat menjadi rujukan bagi semua pemangku kepentingan untuk menjadikan peringkat Indonesia semakin bagus.
Dia juga mengharapkan masukan-masukan untuk semakin menyempurnakan penyusunan Indeks Terorisme Dunia ke depannya.
"Ini adalah tahun pertama kami meluncurkan indeks (terorisme dunia), tetapi datanya sudah lebih dari empat tahun. Sejak 2021, kami kumpulkan data-data yang ada dari seluruh dunia," katanya.
Pada kesempatan itu, staf khusus di Kementerian Koordinator Bidang Politik dan Keamanan Letnan Jenderal Purnawirawan TNI Muhammad Munir mengatakan dalam beberapa tahun terakhir terjadi pergeseran pusat pergerakan terorisme global.
Dia mengklaim setelah Amerika Serikat mundur dari Afghanistan dan negara itu dikuasai oleh Taliban, ISKP (Negara Islam Provinsi Khurasan atau ISIS cabang Afghanistan) memegang peran kunci pergerakan ISIS saat ini.
"Situasi ini menjadi suatu peluang (bagi) kelompok-kelompok yang tadinya bermarkas di Suriah, di Irak, bergeser ke Provinsi Khurasan karena merasa daerah itu menjadi wilayah yang lebih kondusif bagi mereka. Kita monitor, kita deteksi, mereka bergerak ke sana karena merasa daerah itu menjadi wilayah yang lebih kondusif bagi mereka," ujarnya.
Dampak dari berkuasanya Taliban di Afghanistan, lanjut Munir, semula diduga akan membangkitkan serangan teror di Indonesia, tetapi kenyataannya tidak terjadi. Namun, ada sejumlah peristiwa serangan teror, seperti pada 17 Mei 2024 di mana terjadi aksi teror di sebuah markas polisi di Ulu Tiram, Malaysia. Pelakunya memiliki afiliasi dengan Jamaah Islamiyah.
Jika berbicara terorisme di Indonesia, ungkap Munir, petanya terdiri dari dua kategori, yakni kelompok-kelompok yang terafiliasi dengan ISIS dan yang terkait dengan Al-Qaidah. Yang terafiliasi dengan ISIS adalah Jamaah Ansarud Daulah (JAD), Jamaah Ansaryul Khilafah (JAK), dan sebagian Negara Islam Indonesia (NII). Sedangkan kelompok-kelompok teror yang terkait dengan Al-Qaidah adalah Jamaah Islamiyah (JI), Jamaah Ansarusy Syariah (JAS), dan majelis Mujahidin).
Munir memperingatkan kepada semua pihak bahwa terorisme bersifat laten. Kadang ketika situasi damai, muncul serangan teroris. Terorisme juga bersifat lintas negara dan ideologis.
Menurutnya, menanggulangi terorisme harus melibatkan semua pemangku kepentingan, mulai pemerintah pusat sampai daerah, akademisi, media massa, komunitas, dan pengusaha. Dia menegaskan peran negara dalam isu terorisme adalah pencegahan, penegakan hukum, deradikalisasi, serta kerjasama lokal dan internasional. Hasilnya sejak 2023, tidak terjadi satu pun serangan teror.
Munir mengakui Indeks Terorisme Dunia yang disusun oleh SKSG akan sangat membantu bagi semua pemangku kepentingan dalam mencegah dan menanggulangi terorisme ke depannya karena terorisme bersifat laten.
Direktur Intelijen Densus 88 Ami Prindani mengatakan terorisme adalah kejahatan transnasional, dan Indonesia harus aktif bekerja sama dengan negara lain untuk mencegah pergerakan lintas batas. Kerja sama yang dilakukan berupa berbagi informasi dan pembangunan kapasitas.
“Kerja sama tersebut akan menjadi sumber informasi dalam analisis data, potensi ancaman dan langkah ke depan. Kegiatan terorisme di Indonesia sangat terpengaruh konflik dan terorisme global. Karena itu, kita harus memperbarui informasi untuk langkah-langkah antisipasi,” ujarnya.
Mengutip laporan WTI 2024, Detasemen Khusus 88 Antiteror menangkap 396 terduga teroris pada 2018, sebanyak 228 terduga teroris pada 2020, dan 147 terduga teroris pada 2023. [fw/lt]
Forum