Para pejabat Amerika mengatakan, Washington ingin melihat lebih banyak negara-negara Arab dan Islam mengikuti jejak Uni Emirat Arab (UEA) dalam menormalisasi hubungan dengan Israel. Tampaknya Oman, Bahrain dan Sudan akan mengikuti jejak Emirat Arab. Tetapi mitra perdamaian Israel dan pendukung setia Palestina yaitu Yordania, khawatir kalau kesepakatan Israel-UEA akan merugikan solusi dua negara, jika opsi (pilihan) atas tanah bagi perdamaian ditinggalkan.
Pengamat Yordania, Osama Al Sharif yang menulis di situs web Al-Monitor, mengatakan, pendekatan politik lama Yordania untuk menyelesaikan konflik Palestina-Israel bisa menjadi "sebuah posisi minoritas".
Arab Saudi yang berpengaruh besar, berpijak bersama Yordania dan menegakkan Inisiatif Perdamaian Arab tahun 2002 yang diajukan ke Israel. Inisiatif itu menyerukan untuk menormalisasi hubungan sebagai imbalan atas penarikan penuh Israel dari tanah yang diduduki, penyelesaian yang adil bagi pengungsi Palestina dan sebuah negara Palestina dengan Yerusalem Timur sebagai ibukotanya.
Al Sharif dan analis Labib Kamhawi memperingatkan, kesepakatan damai tanpa keikutsertaan Palestina tidak akan menyelesaikan konflik yang berlangsung selama 72 tahun itu.
Analis Labib Kamhawi menambahkan, “Jika ini tidak didasarkan pada keyakinan akan pentingnya perdamaian yang didasarkan pada keadilan, maka akan ini menjadi normalisasi yang sangat kecil maknanya dan hanya bersifat simbolis seperti yang dirasakan rakyat Mesir dan Yordania tentang rakyat dan negara Israel. Ini hanya akan menunda krisis, dan tidak akan menghapusnya. "
Uni Emirat Arab mengatakan, masih menginginkan negara Palestina dengan Yerusalem Timur sebagai ibukotanya. Negara-negara Teluk Arab telah meningkatkan hubungan perdagangan dengan Israel dalam beberapa tahun terakhir dan berbagi keprihatinan atas Iran.
Menteri Luar Negeri Yordania, Ayman al-Safadi mengatakan, kesepakatan damai UEA-Israel harus mendorong Israel untuk menerima sebuah negara Palestina. Ia memperingatkan jika ini gagal, itu "hanya akan memperdalam konflik Arab-Israel selama puluhan tahun dan secara keseluruhan mengancam keamanan wilayah."
Sekutu utama AS di wilayah itu, Yordania, menampung jumlah pengungsi Palestina yang terbesar dan mencapai dua juta.
“Yordania mempertaruhkan banyak hal dan akan kehilangan sebagian besar dari keamanan dalam negernyai serta ketertiban yang sekarang dinikmatinya . Mayoritas rakyat Yordania berasal dari Palestina dan mereka memandang masalah Palestina merupakan misi suci yang harus dipatuhi dan dihormati oleh semua,” imbuh Kamhawi.
Sementara, analis Yordania Amer Sabaileh mengatakan bahwa perjanjian damai Yordania dengan Israel tahun 1994 menguntungkan kedua pihak, terutama di bidang keamanan, dan menurutnya, kedua pihak tidak akan mengambil risiko untuk merusak hubungan bilateralnya.[ps/jm]