Rakyat Yordania memberikan suara mereka, Selasa (10/11), dalam pemilu parlemen yang dibayangi oleh pandemi virus corona yang telah memberikan pukulan berat bagi ekonomi negara Arab yang sedang terlilit utang itu.
Lebih dari 50.000 personel pasukan keamanan dikerahkan untuk memastikan para pemilih mengenakan masker dan menjaga jarak di TPS-TPS.
Pihak berwenang memutuskan bahwa pemilu empat tahunan itu harus dilangsungkan, tetapi para pemilih yang dites positif mengidap virus corona menghadapi hukuman satu tahun penjara jika mereka mengabaikan instruksi untuk tinggal di rumah.
Pada malam menjelang pemungutan suara, negara kerajaan itu mengukuhkan memiliki sekitar 115.000 kasus virus corona dengan 1.295 kematian.
Parlemen memiliki kewenangan terbatas di Yordania, di mana raja memiliki kekuasaan yang luas untuk memerintah dengan dekrit.
Tahun ini, faksi oposisi terbesar, Front Aksi Islam (IAF), sayap politik Ikhwanul Muslimin, mengajukan kandidat untuk beberapa kursi meskipun organisasi induknya dilarang.
Pada 2016, IAF memenangkan 16 kursi di parlemen yang memiliki 130 kursi. Pada 2010 dan 2013, mereka memboikot pemilu.
Kelompok-kelompok nasionalis kiri dan Arab juga mengajukan calon. Namun jumlah mereka tidak sebanyak jumlah calon independen, yang banyak di antara mereka adalah perwakilan dari suku-suku yang dianggap setia kepada kerajaan.
Miskin sumber daya dan bergantung pada bantuan luar negeri, Yordania memiliki utang publik yang melebihi 100 persen produk domestik brutonya.
Sebelum pandemi melanda sepenuhnya, tingkat pengangguran di negara itu bahkan telah mencapai 23 persen pada kuartal pertama tahun ini.
Sekitar 4,5 juta warga Yordania berhak memberikan hak pilih mereka pada pemilu tahun ini. TPS-TPS ditutup pada pukul 7 malam waktu setempat sementara hasilnya diperkirakan akan diketahui dalam beberapa hari mendatang. [ab/uh]