Naila, 23 tahun, masih ingat bagaimana dia berangkat ke Suriah dan bergabung ke ISIS pada 2015 lalu. Semua berawal dari adiknya yang mencari pengetahuan agama di internet. Adiknya pun berkenalan dengan seseorang yang membujuknya untuk ke Suriah.
“Adik saya cari pengetahuan agama. Dia itu rindu kehidupan zaman rasul. Dari situ dia merasa ISIS ini seperti kehidupan zaman rasul dulu. Dia ingin coba untuk ke sana,” kisah Naila dalam sebuah gelar wicara di Bandung, Kamis (19/12/2019) sore.
Tergoda, adik Naila pun berhasil meyakinkan ayah, ibu, dan Naila sendiri untuk berangkat. Namun di Suriah janji-janji ISIS tidak terbukti. Naila dan keluarganya pun berusaha untuk kabur. Usai perjalanan panjang, mereka pun dapat kembali ke Indonesia pada 2017.
Naila dan adiknya kini jadi aktivis anti-radikalisme. Namun peran internet dalam radikalisasi tetap jadi perhatian.
C-SAVE, yang mendampingi deportan dan returnee ISIS, mengungkap Facebook masih jadi sarana utama rekrutmen ISIS. Dari Facebook, percakapan akan berlanjut ke kanal yang lebih privat, ujar Direktur C-SAVE, Mira Kusumarini.
“Facebook menjadi kanal terfavorit. Mereka (calon rekrut) pertama terekspos, bisa searching cari sendiri lalu bertemu. Setelah itu mereka menggunakan kanal-kanal private, entah itu Telegram,” jelasnya kepada VOA.
Pengguna Internet Perlu Sikap Kritis
Karena banyak konten radikal di internet, tambah Mira, penting bagi pengguna memiliki jiwa kritis. Artinya jangan percaya 100 persen terhadap informasi yang diterima.
“Jangan percaya 100 persen pada apapun. Harus ada keraguan, bahwa tidak semua benar adanya,” ujar Mira kepada VOA dalam kesempatan yang sama.
Naila juga mengatakan hal senada, berkaca pada pengalamannya.
“Cari opini kedua, ketiga, banyak-banyak opini dari semua orang. Setelah itu jangan langsung terima, tetap berpikiran kritis,” ujar Naila, seraya menambahkan bahwa banyak ayat dalam Al-Quran yang meminta manusia berpikir.
Jiwa kritis bisa dibangun dari memperbanyak pengetahuan, misalnya lewat membaca buku. Namun, kata Naila, yang paling penting adalah berkenalan dengan orang dari berbagai kelompok.
“Terus juga engage percakapan dengan orang-orang lain, apalagi yang berbeda suku, agama, atau pun watak, karakteristik. Itu membuat kita jadi lebih open minded,” kisah Naila yang kini membuat komik diruangobrol.id.
Tiga Cara Jauhi Radikalisme ala Habib Husein
Sementara itu, pendakwah yang juga Youtuber Habib Husein Ja’far al Hadar menambahkan tiga tips lain untuk jauhi konten radikal.
Pertama, pastikan sumber ceramah jelas dan pendakwahnya punya reputasi baik. Kredibilitas pendakwah bisa dilihat dari latar belakang pendidikannya.
Kedua, periksa apakah ceramah itu menebarkan cinta kasih atau kebencian. “Kalau disampaikan dengan cara yang tidak santun, padahal nabi itu diutus dengan akhlak dengan kesantunan. Maka walaupun itu benar, Anda berhak menolak,” jelasnya.
Ketiga, jika ceramah itu mengajarkan kekerasan, maka tinggalkan. “Pada dasarnya setiap orang itu diberikan hati yang penuh cinta sama Tuhan,” tutur dia lagi.
Habib Husein Ja’far sudah memproduksi 70 lebih video soal Islam lewat akun Youtube “Jeda Nulis”. Dimulai tahun lalu, saat ini akunnya sudah memiliki 93 ribu subscriber.
Pendakwah yang juga komika ini pun pernah berkolaborasi dengan Cameo Project untuk membahas Islam. [rt/em]