Sejumlah ulama dan tokoh masyarakat, termasuk Gubernur Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta Anies Baswedan, Senin (2/12) di Lapangan Monumen Nasional, Jakarta, menghadiri Reuni Akbar 212. Anies hadir mengenakan seragam dinas pegawai negeri sipil berwarna coklat dan berpeci hitam.
Ketua Dewan Pengarah Reuni Akbar 212 Yusuf Martak menjelaskan, reuni tersebut tidak ada kaitannya dengan politik, namun diharapkan bermanfaat untuk agama, bangsa dan negara.
"Tidak ada unsur politis, sama sekali tidak ada. Harapan kami seandainya 2019 ini berjalan lancar, Insya Allah di 2020 akan lebih dari itu," ujar Yusuf.
Dalam sambutannya, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan bersyukur karena untuk keempat kalinya massa umat Islam berkumpul dalam gerakan 212 dalam jumlah ratusan ribu dan bahkan jutaan, namun menampilkan pesan damai, aman, dan meneduhkan bagi semua pihak.
Dia menambahkan bangsa Indonesia sering dipuji dan menarik perhatian masyarakat internasional karena keberagamannya. Tapi dia mengingatkan ada juga negara lain yang beragam seperti India dan China.
Menurut Anies, yang unik dari Indonesia bukan soal keberagaman tapi adanya persatuan. Umat Islam yang hadir dalam Reuni Akbar 212 tambahnya merupakan cermin dari persatuan Indonesia.
"Persatuan itu tidak dijaga dengan retorika. Persatuan itu tidak dijaga dengan hanya mengirimkan tulisan atau lisan. Persatuan itu dijaga dengan menghadirkan keadilan. Tidak mungkin ada persatuan dalam ketidakadilan. Tanpa keadilan tidak mungkin ada persatuan," kata Anies.
Karena itu, Anies menegaskan, keadilan tersebut menjadi sangat penting untuk mempertahankan persatuan Indonesia. Pemerintah kata Anies bertanggung jawab untuk memastikan keadilan dirasakan seluruh rakyat Indonesia.
Dia mengingatkan ketika kesetaraan kesempatan terwujud, saat perlakuan yang sama ada pada setiap warga negara Indonesia, maka semua pihak akan merasakan keadilan. Dan dengan keadilan maka bangsa Indonesia akan memiliki persatuan.
Politikus dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Kapitra menegaskan Reuni 212 tidak melanggar konstitusi dan undang-undang. Dia menambahkan Reuni 212 merupakan bentuk dari penyampaian aspirasi yang dijamin oleh konstitusi dan undang-undang.
"Yang tidak boleh kan mengganggu ketertiban umum, merusak fasilitas-fasilitas umum, melakukan kejahatan-kejahatan yang lain. Selama ini kan sudah dicontohkan, daun saja nggak jatuh," ujar Kapitra.
Oleh sebab itu, Kapitra meminta pemerintah jangan terlalu takut dengan Gerakan 212 karena sudah terbukti berkumpul secara aman dan damai.
Tenaga Ahli Kantor Staf Presiden Ali Mochtar Ngabalin mengatakan pemerintah tidak menghalang-halangi umat islam yang ingin menggelar Reuni 212.
Umat Islam sudah tiga kali menggelar Reuni 212, yakni setiap 2 Desember di 2017, 2018, dan 2019. Acara ini kelanjutan dari Aksi Bela Islam pada 2 Desember 2016 yang menuntut polisi segera menangkap dan mengadili gubernur Jakarta waktu itu, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, karena menghina agama Islam.
Awal 2017, Ahok akhirnya ditetapkan sebagai tersangka dan menjalani sidang hingga divonis dua tahun penjara. [fw/ab]