Pengungsi Perempuan Suriah Kerap Jadi Korban Eksploitasi Seksual

Eksploitasi Seksual di Timur Tengah

Seorang perempuan pengungsi asal Suriah meringkuk di sudut kamar, di bangunan yang disebutnya “rumah”, yang terletak di sebuah desa di Lebanon Utara.

Ibu enam anak itu memikirkan bagaimana ia membayar sewa rumah yang mencapai sekitar 200 dolar atau sekitar dua juta rupiah per bulan, yang tak jarang membuatnya menerima ajakan sejumlah laki-laki untuk berhubungan seks, sebagai imbalan pembayaran sewa rumah. Tetapi beberapa bulan setelah ia ditangkap atas tuduhan melakukan prostitusi, perempuan ini tidak lagi berani menerima ajakan laki-laki. Ia bahkan ketakutan karena menerima banyak ancaman.

Kantor berita Associated Press merilis laporan ini hari Jum’at untuk menunjukkan rentannya kondisi perempuan dan anak perempuan pengungsi asal Suriah terhadap eksploitasi seksual di Lebanon. Tidak saja terjebak dalam prostitusi, mereka kerap menjadi obyek pelecehan seksual oleh orang yang mempekerjakan mereka di ladang, menyewakan rumah atau memberi bantuan pangan. Jumlah perempuan dan anak perempuan yang menjadi korban pelecehan dan eksploitasi seksual ini tidak diketahui pasti karena umumnya mereka segan menyampaikan laporan resmi kepada pihak berwenang.

Hampir 80% dari satu juta pengungsi Suriah di Lebanon adalah perempuan dan anak perempuan. Mereka tinggal berdesak-desakan di rumah sederhana, garasi, tenda atau bangunan asal jadi di kota-kota di Lebanon.

Seorang petugas polisi, kepada Associated Press, mengatakan hingga akhir Juli 2014, sudah 255 perempuan, terutama pengungsi Suriah, yang ditangkap karena melakukan prostitusi. Perempuan yang ditangkap mengaku mengenakan tarif antara 7 hingga 10 dollar atau sekitar 70 ribu hingga 100 ribu rupiah untuk berhubungan seks. Ini menunjukkan betapa parahnya rasa putus asa mereka.

Saba Zarif dari International Rescue Committee yang mengelola beberapa pusat perlindungan hak kaum perempuan di Lebanon mengatakan, organisasinya mendengar semakin banyak laporan pelecehan dan eksploitasi seksual sewaktu para sukarelawan mendatangi kamp-kamp pengungsi. Kemiskinan, tidak tersedianya tempat tinggal yang memadai dan runtuhnya jaringan sosial yang bisa membantu para pengungsi perempuan ini menjadi faktor yang membuat kondisi mereka semakin rentan terhadap kekerasan seksual.

Di sebuah pusat perlindungan kaum perempuan yang dikelola oleh International Rescue Committee, 12 pengungsi perempuan, yang berbicara dengan tanpa menyebut nama karena khawatir dengan keselamatan mereka, menggambarkan bentuk-bentuk pelecehan dan eksploitasi yang mereka terima. Mulai dari perintah majikan pemilik ladang agar mereka mengenakan pakaian ketat ketika bekerja di ladang atau dipecat, pelecehan ketika berada di tempat umum seperti halte bis dan pasar, hingga perkosaan di kamp-kamp pengungsi.

Dalam wawancara yang dilakukan Associated Press di International Rescue Committee itu, beberapa perempuan terpaksa mendesak anak-anak perempuannya untuk menikah dini. Tidak saja untuk meringankan beban hidup mereka, tetapi juga dengan harapan bisa mendapat laki-laki yang akan melindungi mereka. Ironisnya, laki-laki yang menikahi anak-anak perempuan dalam usia sangat dini itu justru bertindak abusif.

Manal, seorang anak perempuan berusia 15 tahun, mengatakan kepada Associated Press bahwa ia dipaksa menikah dengan seorang laki-laki berusia 23 tahun, yang kemudian membawanya ke rumah dengan hanya satu kamar yang ditinggali oleh tujuh anggota keluarga laki-laki tersebut. Ia kerap dipukuli hingga akhirnya kabur. Manal menolak menjelaskan mengapa ia dipukuli. Tetapi seorang pekerja sosial yang kini membantunya mengatakan, ia dipukuli karena menolak berhubungan seks dengan teknik yang sifatnya merendahkan. Suaminya kemudian menemui ibu Manal, mengambil mas kawin yang diberikan dan membakar seluruh pakaian hadiah perkawinan mereka.

Perang saudara di Suriah yang sudah berlangsung selama tiga tahun telah menewaskan lebih dari 150 ribu orang dan memaksa sekitar tiga juta lainnya mengungsi. Lebanon, Yordania, Turki dan Irak adalah beberapa negara yang menjadi tempat penampungan para pengungsi Suriah.