Kelompok Perempuan Menang Besar Pemilu Pendahuluan di Texas

Allison Galbraith, calon anggota Kongres AS yang mengikuti pemilu pendahuluan di Texas.

Dalam pemilihan pendahuluan pertama di Texas akhir Januari lalu, kelompok perempuan menang besar. Dari hampir 50 perempuan yang bertarung untuk mewakili negara bagian itu di Kongres Amerika, lebih dari separuh memenangkan pemilihan pendahuluan secara langsung atau maju ke babak berikutnya.

Di seluruh Amerika, gerakan #MeToo dan pawai kelompok perempuan “Women’s March” mengubah debat politik dan mengilhami sejumlah besar perempuan untuk bertarung memperebutkan jabatan politik, jumlah terbesar dalam sejarah.

“Women’s March” tahun lalu memberi energi bagi Allison Galbraith. “Saya punya pengalaman hidup juga. Saya memahami apa yang dihadapi orang-orang,” katanya.

Keputusannya untuk menantang anggota Kongres dari faksi Republik muncul beberapa minggu kemudian setelah anggota Kongres itu menolak permintaan Allison untuk mempertahankan subsidi kesehatan.

“Ia bilang ‘saya kira sebagian besar orang tidak keberatan jika perempuan membayar lebih banyak asuransi kesehatan.’ Dan saya berpendapat ‘perempuan keberatan dengan hal itu,” imbuh Allison.

Sebagai seorang ibu tunggal yang melek sosmed millennial, dengan pengalaman bekerja di pemerintahan selama sepuluh tahun, Allison mengatakan prospek menantang seorang politisi veteran tidak membuat dirinya gentar.

“Saya pikir apa yang ditawarkan oleh orang-orang ini? Apa sebenarnya kualifikasi mereka?,” lanjutnya.

Menurut para peneliti ini merupakan sikap politisi perempuan yang tidak biasa.

Jennifer Lawless di American University mengatakan, “Kalau perempuan dan laki-laki memiliki kualifikasi yang persis sama dan memiliki persyaratan obyektif sebagaimana yang kita harapkan dari kebanyakan kandidat, laki-laki akan mengatakan “saya memenuhi syarat untuk mencalonkan diri,” dan sementara, perempuan – 20% kemungkinannya lebih besar akan mengungkapkan keragu-raguan.”

Para pendukung calon anggota Senat, Beto O'Rourke berkumpul di Austin, Texas (6/3).

Di dunia, Amerika sangat ketinggalan, tertinggal oleh 103 negara lain dari segi perwakilan perempuan. Alasanya, negara-negara di peringkat lebih atas seperti Kuba, Meksiko, dan Afrika Selatan punya kuota atau sistem partai yang kuat untuk memilih kandidat perempuan.

“Kita memiliki sistem kandidat yang sifatnya sangat wira-usaha di Amerika, yang berarti Anda harus mampu berdiri sendiri, dan perempuan yang tidak punya panutan perempuan lainnya dalam politik, perempuan yang pendapatannya masih lebih rendah dari laki-laki, perempuan yang tidak punya jejaring politik, akan merasa lebih gentar untuk mencalonkan diri.

“Sudah terlalu lama pemangsa seksual berkeliaran dengan bebas di Kongres, tempat wakil-wakil rakyat, sementara para korban pelecehan dan serangan seksual justru diisolasi, diintimidasi dan dipermalukan. Hal ini tidak bisa berlangsung lebih lama lagi!,” tambah Jennifer.

Tetapi dialog ini yang dimulai oleh gerakan #MeToo tidak hanya menyuarakan satu sisi saja. Jennifer Higgins dari gerakan RightNOW Women PAC mengatakan.

“Saya tidak melihat gerakan #MeToo sebagai gerakan spesifik untuk satu pihak saja. Saya kira ini adalah gerakan gender,” katanya lagi.

Jennifer Higgins mengakui bahwa gerakan ini merupakan penolakan terhadap Presiden Trump dan telah mengilhami banyak perempuan Demokrat untuk mencalonkan diri. Namun ia mengatakan, Partai Republik menyambut baik perempuan yang bisa memecahkan masalah dan ingin menyumbang untuk memperbaiki Washington DC.

“Upaya diversifikasi wajah partai kami tampaknya menjadi fokus dan prioritas bagi Kongres, jadi semakin banyak perempuan yang dapat bicara tentang isu-isu rumit seperti imigrasi atau gerakan #MeToo, dan bagaimana isu pelecehan seksual kini merebak di Washington DC,” lanjut Jennifer.

Sikap ini menggema ke seluruh sudut Amerika.

“Inilah saatnya!,” tandas Allison.

Perspektif segar yang bisa mengubah wajah dan budaya di Kongres. [em/jm]