Pemerintah Perlu Sediakan Rumah Tahanan Khusus bagi Teroris

  • Fathiyah Wardah

Abu Bakar Ba'asyir baru-baru ini mendapat vonis 15 tahun penjara untuk kasus terorisme. Sebagian pihak mencemaskan pengaruh tokoh seperti Ba'asyir di dalam penjara.

Pengamat meminta pemerintah menyediakan tahanan khusus bagi teroris setelah beberapa kasus rekrutmen teroris baru dari balik jeruji.

Pengamat teroris dari Sekolah Tinggi Intelijen Negara Mardigu Wowiek Prasantyo, Kamis di Jakarta mengatakan pemerintah perlu menyediakan rumah tahanan khusus bagi kelompok teroris.

Mereka, ujar Mardigu, harus terpisah dengan pelaku tindak kejahatan lainnya. Menurut Mardigu, para teroris harus dipenjarakan terpisah dengan pelaku kejahatan lain agar para teroris tidak dapat melakukan perekrutan anggota dalam penjara.

Ia mengatakan beberapa kasus menunjukan penjara menjadi tempat yang bisa digunakan untuk merekrut teroris baru. Saat ini, kata Mardigu, jumlah teroris yang berada dipenjara hampir 300 orang.

Mardigu memberi contoh Abdurrahman yang dipenjara Sukamiskin, "Berapa orang yang ia cuci otaknya. Mereka dari STPDN itu tiga orang, pulang ke Aceh jadi ikut gerakan teroris Aceh. Mereka merekrut di dalam penjara itu. Mereka (teroris) adalah warga kelas satu di penjara. Bahkan penjahat narkoba, korupsi dan penjahat kasus lainnya tidak berani menyentuh mereka. Kalau sholat, (teroris) yang memimpin, kalau ceramah mereka yang menjalani, mereka dihormati. Kita sebutnya cuci otak, mereka sebutnya berdakwah."

Di tempat yang berbeda, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT), Ansyaad Mbai menyarankan agar Kementerian Hukum dan HAM memisahkan sel terdakwa kasus teroris Abu Bakar Ba'asyir dengan tahanan lain. Hal ini dilakukan agar tidak ada penyebaran kebencian, permusuhan dan provokasi untuk melakukan aksi teroris.

Menurut Ansyaad, pemisahan tersebut sebaiknya diperuntukkan tidak hanya bagi Ba'asyir, tapi juga bagi tahanan teroris lainnya yang dinilai memiliki pengaruh yang sangat besar dan berbahaya.

Selain itu, petugas lembaga pemasyarakatan juga harus melakukan pengawasan yang sangat ketat terhadap mereka. Lebih lanjut Ansyaad mengatakan, "Dipenjara justru dengan bebas mengkampanyekan permusuhan itu. Memprovokasi orang untuk melakukan terorisme, bahkan balik jeruji. Mereka masih bisa mengorganisisasi aksi-aksi terorisme dan bisa merekrut orang baru."

Direktur International Crisis Group Asia Tenggara Sidney Jones menyatakan sistem pengawasan juga harus dilakukan terhadap teroris yang telah bebas dari penjara. Ia mengatakan, "Kalau sudah bebas harus ada sistem pengawasan yang lebih dekat misalnya melapor sebulan sekali atau kirim pejabat dari penjara untuk melihat bagaimana orangnya yang seharusnya sudah ada di rumah. Sekarang ini, kalau orang bebas, sudah. Jarang ada sistem pengawasan supaya bisa tahu betul-betul selama satu/dua tahun berikutnya, apa yang mereka lakukan."