Departemen Luar Negeri Indonesia mengaku tidak menerima nota protes apapun dari negara-negara sahabat, terkait dengan pelaksanaan eksekusi mati bagi terdakwa kasus kerusuhan Poso, Fabianus Tibo dan kawan-kawan. Selengkapnya akan dilaporkan oleh reporter VOA di Jakarta, Wella Sherlita.
Dalam wawancara telefon dengan VOA pada Senin siang, Sekretaris Jenderal Departemen Luar Negeri Indonesia, Imron Kotan mengatakan, sejauh ini pihaknya belum menerima keberatan atau nota protes dari negara-negara sahabat dan pihak manapun dari luar negeri, usai pelaksanaan eksekusi mati bagi tiga terdakwa kasus kerusuhan Poso; yaitu Fabianus Tibo, Dominggus Da Silva, dan Martinus Ruwu, pada Jumat lalu. Hal ini disampaikan oleh Kotan, berkaitan dengan laporan Kantor Berita Perancis (AFP), bahwa akan ada aksi demonstrasi di depan kantor Kedutaan Besar RI di Roma, Italia, pada hari Senin ini. Aksi tersebut kabarnya akan dilakukan oleh pimpinan partai sayap kanan Italia, Pier Ferdinando Casini, yang mempertanyakan alasan pelaksanaan eksekusi tersebut.
Imron: “Bahwa mereka mengatakan concern, kalau bisa ditinjau kembali itu sah-sah saja. Tetapi pada saat ini kita belum memonitor ada protes yang secara terbuka dilakukan oleh pemerintah negara-negara sahabat, belum itu”.
Kotan mengaku belum mendapatkan informasi mengenai rencana aksi demonstrasi itu dari pihak KBRI Italia. Namun ia menilai hal itu wajar dalam kerangka demokrasi, asalkan tidak menganggu tugas pokok dan fungsi Kedutaan Besar RI.
Imron: “Orang ingin berdemonstrasi di negara demokrasi seperti Indonesia dan Itali, itu saya kira sah-sah saja. Sepanjang tidak menganggu tugas dan fungsi pokok kita sebagai Kedutaan Besar Republik Indonesia, karena berdasarkan Konvensi Wina kedutaan besar manapun, termasuk Kedutaan besar Indonesia itu mempunyai dignity dan imunitas sehingga mereka tidak boleh terganggu tugas pokok dan fungsinya”.
Kotan menambahkan, bahwa meskipun ada pihak yang menyampaikan keprihatinannya, seperti Paus Benedictus XVI di Vatikan, yang sempat dua kali mengirimkan surat kepada Presiden Yudhoyono, namun aparat penegak hukum di Indonesia telah berupaya keras menempuh jalur hukum yang ada. Jurubicara Vatikan, Federico Lombardi, menilai bahwa hukuman mati bagi Fabianus Tibo dan kawan-kawan sebagai penaklukan kemanusiaan. Namun, Kotan menegaskan bahwa kasus itu telah dibawa hingga ke Mahkamah Agung dan mendapatkan dua kali proses Peninjauan Kembali (PK). Dalam hal ini, kata Kotan, negara tidak dapat ikut campur.
Imron: “Jadi semua legal avenues had been used and exhausted, satu itu. Itu peristiwa hukum. Fakta kedua yang harus diingat adalah pemerintah di negara demokrasi manapun tidak bisa intervensi ke dalam peristiwa hukum, otherwise kita kembali lagi ke jaman ketika kita masih di bawah pemerintahan yang diktator, kita bisa intervensi keputusan pengadilan itu…”