51 ABK Indonesia Terkatung-Katung di Perairan China 

  • Fathiyah Wardah

Sebuah kapal penangkap ikan China berlabuh di samping kapal penangkap ikan Filipina di Scarborough Shoal yang disengketakan 6 April 2017. Gambar diambil 6 April 2017. (Foto: dok). Sepanjang Desember 2020 terdapat 51 awak dari Indonesia terkatung-katung di perairan China.

51 awak kapal asal Indonesia terkatung-katung di perairan China. Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia mengatakan awak kapal itu harus menjalani karantina di tengah laut dan kapal ikan tempat mereka bekerja tidak diizinkan berlabuh. 

Awak kapal asal Indonesia yang bekerja di kapal ikan China kembali menjadi korban tindakan tidak manusiawi. Dari pengaduan sejumlah kru kapal kepada Fishers Center, sepanjang Desember 2020 terdapat 51 awak dari Indonesia terkatung-katung di perairan China karena kapal ikan tempat mereka bekerja tidak diizinkan berlabuh.

Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia Mohammad Abdi Suhufan mengungkapkan pihaknya menerima kabar tersebut setelah enam awak kapal ikan China dari Indonesia, yang masih terjebak di laut, mengadukan hal itu. Keenam orang itu mengadu bahwa kontrak kerja mereka selama dua tahun sudah berakhir tetapi karena pandemi Covid-19, mereka tidak dapat kembali ke Indonesia sebab kapal ikan tempat mereka bekerja tidak diizinkan merapat ke pelabuhan di China.

"Semuanya (51 awak) bekerja di kapal ikan berbendera China dan saat ini labuh jangkar di perairan China. Bukan di pelabuhan, di tengah laut mereka karena (kapal-kapal ikan tempat mereka bekerja) nggak bisa masuk pelabuhan," kata Abdi.

Pemerintah China memberlakukan protokol Covid-19 yang ketat sehingga para pelaut, menurut Abdi, harus melakukan karantina mandiri dulu di atas kapal sebelum boleh berlabuh.

Sebagian dari 51 awak kapal dari Indonesia ini berhasil menghubungi keluarga mereka di kampung halaman untuk menanyakan nasib gaji mereka. Beberapa dari mereka belum menerima gaji penuh untuk 24 bulan kontrak kerja. Dia mencontohkan, ada yang baru menerima 15 bulan gaji.

Abdi menekankan, 51 awak ini ingin segera kembali tapi perusahaan yang memberangkatkan mereka sulit dikontak. Karena itu, mereka berharap pemerintah Indonesia bisa memfasilitasi pemulangan mereka ke tanah air.

Abdi menambahkan DFW Indonesia telah menyampaikan kasus yang menimpa 51 awak Indonesia yang bekerja di kapal ikan China itu kepada Direktur Jenderal Protokol dan Konsuler Kementerian Luar Negeri Andy Rachmianto.

KRI Imam Bonjol-363 (kiri) menahan kapal nelayan China di perairan Natuna, 21 Juni 2016. (Foto: TNI AL via AFP)


Dalam suratnya, DFW Indonesia menyebutkan pada 27 dan 31 Desember 2020, Fishers Center Bitung menerima laporan dari enam awak Indonesia yang bekerja di kapal ikan China. Keenam orang ini termasuk dalam 51 awak Indonesia di kapal ikan China, yang sedang terkatung-katung di laut. Mereka berinisial MD, S, AA, RR, DA, dan FH.

Keenam orang tersebut direkrut dan diberangkatkan oleh PT Global Maritim Abadi, PT Jaya Abadi pasifik, PT Novarica Agatha, dan PT Maritim Samudera Indonesia. Mereka bekerja di kapal ikan berbendera China, yakni Shung Hang 07, Shung Hang 08, Fu Yuan Yu 6072, Zhan Hai 001, dan Lu Qing Yuan Yu 239.

Mereka, menurut Abdi, juga melaporkan pemotongan gaji, penahanan dokumen, pengalihan tempat kerja, dan tindakan tidak manusiawi selama dua tahun bekerja di kapal ikan China tersebut. Dalam surat bertanggal 5 Januari 2021, Abdi meminta Kementerian Luar Negeri memberi perhatian serius dan segera mengambil tindakan yang diperlukan.

Pelaksana tugas juru bicara Kementerian Luar Negeri Teuku Faizasyah. (Foto: Kementerian Luar Negeri)

Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Teuku Faizasyah mengatakan pihak Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Beijing akan mengecek informasi yang disampaikan DFW Indonesia. Dia belum bisa berkomentar ketika ditanya apakah pemerintah akan memulangkan ke-51 orang tersebut lewat jalur laut.

"Saya harus tunggu konfirmasi dulu dari teman-teman di China. Apakah ini data baru atau kumulatif dari angka lalu. Kemudian dipastikan dulu karena sudah ada banyak yang dipulangkan dari awal pandemi Covid-19," ujar Faizasyah.

Sementara Juru Bicara Kedutaan China di Jakarta Niu Yujia belum mau berkomentar terkait hal tersebut. [fw/ab]