Berkat kerjasama dengan pemerintah Somalia dan sejumlah organisasi nirlaba internasional, pemerintah Indonesia akhirnya berhasil mengevakuasi 12 anak buah kapal yang bekerja di kapal ikan China dan nasibnya terkatung-katung di perairan Somalia.
Semua ada 15 ABK Indonesia yang terkatung-katung di Perairan Somalia. Namun dua orang meninggal karena sakit dan satu lainnya tenggelam di laut ketika berusaha kabur dari kapal. Kontrak kerja 12 ABK yang tersisa sebenarnya sudah habis sejak Desember tahun lalu. namun masih dipaksa terus bekerja oleh kapten kapal.
Mereka bekerja di sejumlah kapal ikan milik perusahaan dari China, yakni Liao Dong Yu.
Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia Mohamad Abdi Suhufan menjelaskan proses evakuasi ini merupakan hasil koordinasi dan kolaborasi antara sejumlah organisasi nirlaba asing dengan pemerintah Somalia dan Kementerian Luar Negeri Indonesia.
"Jadi ada bantuan dari pemerintah lokal Somalia yang berhubungan dengan pihak kapal dan mendesak pihak kapal untuk melepaskan ABK tersebut agar bisa dipulangkan ke Indonesia. Jadi ada tekanan juga dari pemerintah Somalia kepada pemilik kapal atau kapten kapal yang ada di sana," kata Abdi.
Your browser doesn’t support HTML5
Setelah mereka diturunkan dari kapal, lanjut Abdi, ke-12 ABK Indonesia itu dibawa ke Busaso, masih wilayah Somalia.
Dari sana, mereka diterbangkan transit di Ethiopia dan Qatar, untuk selanjutnya ke Indonesia. Ditambahkannya, ke-12 ABK Indonesia ini sudah tiba di Jakarta dan langsung dibawa ke Wisma Atlet untuk menjalani karantina selama dua pekan.
Abdi menambahkan biaya pemulangan ke-12 ABK ke Indonesia tersebut ditanggung oleh pihak perusahaan kapal ikan China atas desakan pemerintah lokal di Somalia.
Dalam proses evakuasi dilapangan, tidak ada perwakilan pemerintah Indonesia. Semuanya dilakukan oleh pemerintah lokal di Somalia termasuk polisi dan sejumlah organisasi nirlaba asing, termasuk IOM (Organisasi Migrasi Internasional).
Menurut Abdi, ke-12 ABK itu belum menerima semua gajinya karena tiga perusahaan yang memberangkatkan mereka sudah bubar. Nantinya akan dilakukan mediasi dengan pihak perusahaan di Indonesia dan perusahaan kapal China yang mempekerjakan mereka.
Mengadu Nasib
ABK bernama Brandon, asal Manado, Sulawesi Utara, menceritakan semua 12 ABK yang telah dipulangkan dari Somalia tersebut saat ini sedang menjalani karantina di Wisma Atlet, Jakarta. Sebanyak tiga orang dari Manado dan sisanya asal Jawa.
Setelah mendaftar di PT RCA, Brandon bercerita dirinya pada November 2019 berangkat ke Jakarta bersama dua rekan lainnya dari Manado dan langsung meneruskan perjalanan ke Tegal, Jawa Tengah.
Di Tegal itulah dia diberitahu soal kontrak serta pengurusan dokumen perjalanan dan tiket ditanggung perusahaan dan nantinya dipotong gaji.
Pada 14 Desember, Brandon dan lima rekannya dari PT RCA diterbangkan ke Singapura dan dijemput oleh sebuah kapal cepat untuk meneruskan perjalanan ke kapal ikan China di perairan Singapura, sekitar tiga kilometer dari pelabuhan di Singapura.
BACA JUGA: DFW Serukan Pemerintah Minta Bantuan Lembaga Internasional untuk Selamatkan 13 ABK di SomaliaSetelah sekitar lima bulan bekerja di kapal yang pertama, pada Mei 2020, dirinya dipindahkan ke kapal Liao Dong Yu karena dia tidak bisa ikut menyandar ke pelabuhan di China dengan alasan pandemi COVID-19. Bukan hanya Brandon, semua ABK asal Indonesia yang bekerja di enam kapal China lainnya juga dipindahkan ke kapal Liao Dong Yu. Semuanya berjumlah 31 orang.
Dari jumlah ini, 15 orang tidak meneruskan kontrak karena agensi yang mengirim mereka sudah tidak bisa dihubungi. Sedangkan sisanya melanjutkan kontrak kerja untuk dua tahun berikutnya.
Proses pemindahan terjadi di Laut Arab. Ternyata kapal ikan milik perusahaan Liao Dong Yu beroperasi di sekitar perairan Somalia. Total ada 15 ABK asal Indonesia yang bekerja untuk kapal ikan milik Liao Dong Yu yang beroperasi di sekitar Somalia.
"Dua orang itu yang ada di kapal yang sama (dengan saya) meninggal di saat bersamaan karena faktor cuaca yang buruk dan dipaksa kerja oleh kapten," ujar Brandon.
Sedangkan satu ABK,lagi, lanjut Brandon, hilang ketika mencoba lari dari karena kapal karena sudah tujuh bulan tidak ada kepastian mengenai kepulangan ke Indonesia setelah kontrak kerja mereka habis. Apalagi perusahaan yang memberangkatkan mereka lepas tangan.
Pembebasan dan Evakuasi Dibantu LSM Asing
Ketika dihubungi oleh ABK, Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Ibu Kota Nairobi, Kenya, juga tidak bisa berbuat banyak. Alasannya, posisi ke-15 ABK ini masih berada di atas kapal ikan China tersebut dan harus berkoordinasi dengan KBRI di Ibu Kota Beijing, China.
Brandon mengklaim dirinya sudah menghubungi KBRI Nairobi sejak Maret lalu namun proses evakuasi mereka baru dilakukan Agustus. Lambatnya penanganan ini, kata Brandon, membuat ia dan ABK Indonesia lainnya menjadi stres.
Selama tujuh bulan setelah kontrak kerja habis pada Desember 2020, Brandon menjelaskan mereka tetap dipaksa bekerja. Kapten kapal tempat 15 ABK asal Indonesia bekerja juga bersikap kejam.
"Dia benar-benar memperlakukan kayak soal makan, dia nggak mau lihat kalau kami ada waktu istirahat, bisa istirahat. Bahkan bukan cuma kami, orang satu negara pun (China) mengeluh sama perilaku kapten ini. Teman saya mau minta ganti sepatu kerjanya harus ditendang dulu, baru dikasih sepatunya," tutur Brandon.
Brandon menceritakan proses evakuasi dari Somalia itu dibantu oleh beberapa relawan dari organisasi kemanusiaan internasional. Sebelum diturunkan dari kapal, ke-12 ABK asal Indonesia tersebut harus menandatangani surat menyatakan pihak kapal tidak bertanggung jawab lagi terhadap mereka.
Pihak KBRI Nairobi kemudian memberitahu akan ada penjemputan dan kemudian 12 ABK Indonesia ini dijemput dibawa ke daratan Somalia hingga kemudian diterbangkan ke Indonesia. [fw/em]