Untuk ketiga kalinya dalam tiga bulan terakhir, kelompok bersenjata beroperasi di Filipina Selatan. Abu Sayyaf, diyakini terlibat dalam penyanderaan tujuh anak buah kapal yang merupakan warga negara Indonesia.
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi di kantornya, Jumat (24/6) menjelaskan perihal penyanderaan tersebut tanpa memberikan kesempatan kepada wartawan untuk bertanya lebih lanjut. Menlu Retno memastikan soal penyekapan itu setelah mendapat konfirmasi dari beragam pihak di dalam negeri dan Filipina pada Kamis (23/6). Dia mengatakan penyanderaan itu terjadi terhadap anak buah kapal tongkang Charles 001 dan kapal tongkang Robby 152.
Menurutnya penyanderaan tersebut terjadi di Laut Sulu, Filipina Selatan pada tanggal 20 Juni 2016, yaitu pertama sekitar pukul 11.30 (waktu setempat) dan kedua, sekitar 12.45 (waktu setempat). Dia mengatakan pada saat terjadi penyanderaan kapal membawa 13 ABK WNI, tujuh orang disandera dan enam orang lainnya dibebaskan. Saat ini keenam ABK yang dibebaskan dalam perjalanan membawa kapal tongkang Charles 001/TK Robby 152 menuju Samarinda.
"Penyanderaan terjadi di Laut Sulu dalam dua tahap. Pada 20 Juni 2016 sekitar pukul 11:30 dan 12:45 waktu setempat oleh dua kelompok bersenjata berbeda. Saat terjadi penyanderaan kapal membawa 13 ABK, tujuh ABK disandera dan enam lainnya dibebaskan," kata Menteri Retno Marsudi.
Abu Sayyaf yang memiliki banyak faksi ini sebelumnya dua kali menyandera warga Indonesia menjadi anak buah kapal, yakni pada April dan Mei lalu.
Abu Sayyaf merupakan sempalan dari kubu MILF (Barisan Pembebasan Islam Moro). Kelompok ini dibuat oleh Abdurrazak Abu Bakar Janjalani. Pada 23 Juli 2014, pemimpin Abu Sayyaf Isnilon Totoni Hapilon berbaiat kepada pemimpin ISIS Abu Bakar al-Baghdadi. Dua bulan kemudian, milisi mulai menculik warga asing demi menuntut uang tebusan.
Retno menegaskan pemerintah Indonesia mengecam keras terulangnya penyanderaan terhadap WNI oleh kelompok bersenjata di Filipina Selatan. Dia menambahkan Jakarta meminta kepada Manila untuk memastikan keamanan di wilayah perairan Filipina Selatan sehingga tidak mengganggu kegiatan ekonomi kawasan sekitar.
Your browser doesn’t support HTML5
Retno menyampaikan pemerintah akan melakukan semua cara yang memungkinkan untuk membebaskan para sandera. Keselamatan ketujuh WNI, kata Retno, menjadi prioritas.
"Kejadian ketiga kalinya ini sangat tidak dapat ditoleransi," ujar Retno. "Pemerintah akan melakukan semua cara yang memungkinkan untuk membebaskan para sandera. Keselamatan ketujuh WNI merupakan prioritas," lanjutnya.
Kementerian Luar Negeri bersama jajaran terkait menggelar rapat koordinasi di kantor Menkopolhukkam untuk membahas upaya pembebasan ketujuh orang tersebut. Usai rapat koordinasi itu, tidak ada satupun pejabat yang mau dimintai keterangan. [fw/lt]