Pemerintah Aceh saat ini sedang menyiapkan tahapan pembahasan rancangan qanun tentang perlindungan dan pemenuhan hak-hak orang dengan disabilitas. Qanun adalah peraturan daerah yang mengatur penyelenggaraan pemerintahan dan kehidupan masyarakat.
Kepala Dinas Sosial Aceh, Dr. Muslem, mengatakan qanun itu merupakan regulasi yang akan melindungi dan memenuhi hak-hak orang dengan disabilitas termasuk prinsip penghormatan atas martabatnya.
“Mereka memiliki hak yaitu hak hidup, bebas dari stigma, privasi, keadilan, perlindungan hukum serta pendidikan, pekerjaan, kesehatan, politik, dan bebas dari tindakan diskriminasi maupun eksploitasi. Itu hak-hak yang memang harus dimiliki oleh orang dengan disabilitas yang akan diatur di dalam qanun tersebut,” katanya kepada VOA, Jumat (16/2) malam.
BACA JUGA: Pemberian Hak Pilih Bagi Difabel dalam PemiluMenurut Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, orang dengan disabilitas merupakan individu yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan sensorik dalam jangka waktu lama sehingga dalam berinteraksi mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dengan warga negara lainnya berdasarkan kesamaan hak.
Berdasarkan data dari Dinas Sosial Aceh pada 2022, orang dengan disabilitas di Provinsi Aceh berjumlah 18.680 jiwa. Populasi orang dengan disabilitas di Aceh pada tahun 2022 didominasi oleh laki-laki sebanyak 55,03 persen dan perempuan sekitar 44,97 persen.
Wilayah dengan jumlah orang dengan disabilitas tertinggi adalah Kabupaten Aceh Utara berjumlah 2.315 jiwa terdiri dari 1.274 laki-laki dan 1.041 perempuan. Sedangkan Kota Sabang mencatat jumlah orang dengan disabilitas terendah yaitu 51 orang terdiri dari 33 laki-laki dan 18 perempuan.
Muslem menjelaskan saat ini Pemerintah Aceh belum memiliki qanun yang mengatur tentang disabilitas. Pemerintah Aceh hanya memiliki Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 53 Tahun 2023 tentang Rencana Aksi Daerah Penghormatan Perlindungan dan Pemenuhan Penyandang Disabilitas Tahun 2024–2029. Pergub itu dinilai belum sepenuhnya menjamin soal pemenuhan hak-hak orang dengan disabilitas.
“Ini bermakna bahwa yang diatur dalam Pergub ini adalah menyangkut dengan rencana aksi daerah dan dibatasi tahunnya. Pergub itu juga belum secara regulasi menjamin tentang pemenuhan hak-hak orang dengan disabilitas,” jelasnya.
BACA JUGA: Kelompok Rentan Desak Pemerintah Buat UU Anti DiskriminasiMenurut Muslem proses penyusunan qanun itu baru akan dimulai. Ia berharap pembahasan rancangan qanun tentang hak para disabilitas bisa segera dilakukan. Hal itu setidaknya akan memberikan jaminan orang dengan disabilitas di Aceh bisa memiliki payung hukum yang berkelanjutan ke depannya.
“Kami sedang menyusun draf qanun penyelenggaraan dan pemenuhan hak orang dengan disabilitas. Sehingga mereka memiliki suatu regulasi dan payung hukum. Mereka tidak merasa didiskriminasi dan diberi akses setara dengan masyarakat lain. Itu yang diinginkan dari regulasi ini. Kalau ini sudah disahkan memberikan fasilitas sarana dan prasarana untuk bisa diimplementasikan dari pemenuhan hak-hak orang dengan disabilitas,” ungkap Muslem.
Rencana Pemberlakuan Qanun Disabilitas Disambut Gembir
Sementara itu pejuang hak orang dengan disabilitas di Aceh, Erlina Marlinda, menyambut antusias soal rencana qanun itu yang sudah sangat lama mereka tunggu.
“Karena menyuarakan ini (qanun) sudah cukup lama sejak tahun 2007 pasca-tsunami. Kami ingin Aceh sudah ada qanun yang mengatur tentang pemenuhan hak-hak orang dengan disabilitas,” katanya kepada VOA, Sabtu (17/2).
Menurut Erlina kebijakan yang ada saat ini seperti Peraturan Wali Kota (Perwal) Banda Aceh Nomor 1 Tahun 2019 tentang Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas dalam Mendapatkan Pekerjaan yang Layak belum sepenuhnya berjalan dengan baik.
“Harapannya dengan perwal itu akan menjadi lebih ringan dan mudah bagi orang dengan disabilitas mencari kerja. Namun yang terjadi adalah ketika kami mencoba untuk bertanya soal hal ini tapi pemerintah selalu mengatakan belum ada kebijakan yang lebih tinggi untuk mengatur untuk mengimplementasikan perwal itu. Ini yang menjadi kendala bagi kami,” ungkap ya.
Erlina berharap kehadiran qanun itu bisa mengimplementasikan pemenuhan hak orang dengan disabilitas di Aceh menjadi lebih baik. Secara umum pemenuhan hak orang dengan disabilitas di Aceh masih jauh dari harapan.
“Pemenuhan hak orang dengan disabilitas tidak hanya melihat hanya sebatas cuma mendapat bantuan sosial, tapi harus dari segi pendidikan, pekerjaan, hak hidup, kesehatan, dan perlindungan hukum. Kalau untuk baru menyentuh pemenuhan hak orang dengan disabilitas di Provinsi Aceh itu empat kabupaten/kota yaitu Kota Banda Aceh, Aceh Besar, Pidie, dan Bireuen,” tandas Erlina.
Komisioner Komnas HAM, Anis Hidayah, mengatakan rancangan qanun itu harus selaras dengan Undang-Undang Disabilitas dan Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas (CRPD) yang sudah diratifikasi Indonesia.
“Pada prinsipnya harus berpihak terhadap orang dengan disabilitas dan melakukan upaya pemenuhan hak mereka yang tidak stigmatis,” ujarnya kepada VOA. [aa/em]