Bank Pembangunan Asia (ADB) akan membantu negara-negara, termasuk Indonesia, mengadopsi standar layanan finansial Islami atau syariah.
Bank Pembangunan Asia (ADB) yang berbasis di Manila telah menandatangani perjanjian dengan Dewan Layanan Finansial Islam (IFSB) untuk membantu negara anggota mengadopsi standar kehati-hatian IFSB.
Lewat perjanjian tersebut, yang ditandatangani awal minggu ini untuk periode lima tahun, ADB akan membantu negara anggota terkait aspek legal dan peraturan untuk memenuhi standar IFSB, ujar Ashraf Mohammed, asisten konsul jenderal ADB, pada kantor berita Reuters.
Pedoman IFSB dipakai secara luas dalam industri keuangan Islami, namun tidak menjadi wajib karena tergantung pembuat perundangan nasional untuk memutuskan apakah akan mengadopsinya.
Saat ini sebagian besar anggota IFSB yang berupa lembaga swasta dan badan regulatori seperti bank dan firma hukum, datang dari negara maju. Mayoritas dari 187 anggota datang dari negara-negara Teluk di Timur Tengah dan Malaysia.
Hanya tujuh anggota yang datang dari Indonesia, Pakistan dan Bangladesh, tiga negara dengan populasi Muslim terbanyak di dunia, dimana ADB sangat aktif menjalankan program utamanya, yaitu pengentasan kemiskinan.
Dalam jangka pendek, perjanjian ini akan fokus pada Indonesia, Bangladesh, Pakistan, Maladewa, Afghanistan, Kazakhstan dan Filipina.
Perjanjian tersebut antara lain akan mendorong negara-negara untuk menyelaraskan kebutuhan pendanaan infrastruktur dengan sistem keuangan Islami, yang dapat membantu kebutuhan Asia yang sangat besar akan pembelanjaan infrastruktur, ujar Bindu Lohani, presiden direktur ADB untuk manajemen pengetahuan dan pembangunan berkelanjutan.
ADB menyediakan pembiayaan syariah secara penuh untuk pertama kalinya pada Mei, dengan membantu Bank Pembangunan Islam yang berbasis di Jeddah, dengan dua penjamin kredit parsial senilai $66 juta untuk ladang angin di Pakistan.(Reuters/Bernardo Vizcaino)
Lewat perjanjian tersebut, yang ditandatangani awal minggu ini untuk periode lima tahun, ADB akan membantu negara anggota terkait aspek legal dan peraturan untuk memenuhi standar IFSB, ujar Ashraf Mohammed, asisten konsul jenderal ADB, pada kantor berita Reuters.
Pedoman IFSB dipakai secara luas dalam industri keuangan Islami, namun tidak menjadi wajib karena tergantung pembuat perundangan nasional untuk memutuskan apakah akan mengadopsinya.
Saat ini sebagian besar anggota IFSB yang berupa lembaga swasta dan badan regulatori seperti bank dan firma hukum, datang dari negara maju. Mayoritas dari 187 anggota datang dari negara-negara Teluk di Timur Tengah dan Malaysia.
Hanya tujuh anggota yang datang dari Indonesia, Pakistan dan Bangladesh, tiga negara dengan populasi Muslim terbanyak di dunia, dimana ADB sangat aktif menjalankan program utamanya, yaitu pengentasan kemiskinan.
Dalam jangka pendek, perjanjian ini akan fokus pada Indonesia, Bangladesh, Pakistan, Maladewa, Afghanistan, Kazakhstan dan Filipina.
Perjanjian tersebut antara lain akan mendorong negara-negara untuk menyelaraskan kebutuhan pendanaan infrastruktur dengan sistem keuangan Islami, yang dapat membantu kebutuhan Asia yang sangat besar akan pembelanjaan infrastruktur, ujar Bindu Lohani, presiden direktur ADB untuk manajemen pengetahuan dan pembangunan berkelanjutan.
ADB menyediakan pembiayaan syariah secara penuh untuk pertama kalinya pada Mei, dengan membantu Bank Pembangunan Islam yang berbasis di Jeddah, dengan dua penjamin kredit parsial senilai $66 juta untuk ladang angin di Pakistan.(Reuters/Bernardo Vizcaino)