Kepolisian Inggris: Agen Rusia Diracun dengan Gas Syaraf

Asisten komisaris polisi Inggris, Mark Rowley, memberikan keterangan pers di London, Rabu (7/3).

Polisi anti-terorisme Inggris mengatakan seorang mantan agen ganda Rusia telah diracun dengan gas syaraf. Sebelumnya Presiden Rusia bertekad akan membunuh agen tersebut.

Pernyataan polisi ini muncul setelah komite darurat tingkat tinggi pemerintah Inggris – yang dikenal sebagai COBRA – mendapat informasi hari Rabu (7/3) tentang upaya pembunuhan Sergei Skripal dan putrinya yang berusia 33 tahun, dengan meracuni.

“Ini diperlakukan sebagai insiden besar yang melibatkan percobaan pembunuhan dengan gas syaraf,” ujar asisten komisaris polisi Mark Rowley. Ditambahkannya, ayah dan anak perempuan itu sakit parah. Rowley tidak mengidentifikasi bahan yang sebenarnya digunakan atau bagaimana bahan itu digunakan.

Insiden racun kedua orang itu pada hari Minggu (4/3) di kota Salisbury yang biasanya tenang, mengancam keamanan dan memicu krisis diplomatik untuk Inggris, di mana anggota-anggota parlemen menuntut pemerintah melancarkan penyelidikan terhadap berbagai kematian mencurigakan baru-baru ini di Inggris, yang semuanya berpotensi terkait dengan badan intelijen Rusia.

Skripal yang berusia 66 tahun, dan putrinya, Yulia, berada dalam kondisi sekarat setelah ditemukan tidak sadarkan diri di bangku di sebuah pusat perbelanjaan. Polisi telah memeriksa kamera CCTV dan dilaporkan telah memusatkan perhatian mereka pada laki-laki dan perempuan yang terlihat di dekat kedua korban.

Menteri Luar Negeri Inggris Boris Johnson hari Selasa (6/3) memicu kecaman keras Rusia ketika ia meyakinkan para anggota parlemen Inggris bahwa pemerintah seharusnya menyelidiki hingga ke akar misteri itu dan mengancam akan memberlakukan sanksi baru terhadap Rusia, jika terbukti bahwa Kremlin yang bertanggungjawab dalam insiden itu. Johnson mengatakan saat ini ia tidak akan menuduh siapapun, ia menggambarkan Rusia sebagai “kekuatan yang jahat dan mengganggu.”

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia Maria Zakharova menyebut pernyataan Johnson itu semena-mena. Diplomat Rusia di London menuduh Johnson telah “berupaya memburuk-burukan negaranya.”

Insiden itu mendorong orang membandingkannya dengan pembunuhan Alexander Litvinenko, pengecam keras Presiden Putin dan seorang agen KGB yang kemudian menjadi agen intelijen Inggris, yang meninggal secara menyedihkan setelah meminum teh yang telah dicampur dengan radioaktif polonium-210 di sebuah hotel di London tahun 2006. Tim dokter Inggris berjuang untuk mengidentifikasi zat yang membunuh Litvinenko.

Sebuah penyelidikan Inggris menyimpulkan pemimpin Rusia Vladimir Putin mungkin telah ikut menyetujui pembunuhan Litvinenko. Kesimpulan itu dibantah keras oleh Kremlin sebagai pernyataan bermotif politik. [em/jm]