Dalam empat hari ke depan, apa yang akan terjadi di Kongres Amerika Serikat atau Capitol Hill akan sangat menentukan keberhasilan atau kegagalan agenda domestik yang diusung oleh Presiden Joe Biden. Hal ini dikarenakan terdapat empat program legislatif yang berbeda akan bentrok dalam sebuah proses pembuatan kebijakan yang cukup menegangkan.
Kongres harus meloloskan resolusi anggaran untuk tahun fiskal baru sebelum hari Jumat (1/10) untuk menghindari penutupan sebagian pemerintah federal, dan harus menaikkan batas wewenang Departemen Keuangan dalam meminjam uang guna menghindari bencana gagal membayar utang negara yang dapat terjadi setidaknya pada pertengahan Oktober.
Pada saat yang sama, Partai Demokrat bertikai sendiri memperdebatkan dua RUU tambahan yang dianggap agenda penting oleh presiden.
BACA JUGA: Pertahankan Agenda Domestik Biden, Partai Demokrat Siap Rundingkan RUU Anggaran“Saya tidak tahu apakah semuanya akan terselesaikan minggu ini,” kata William A. Galston, seorang periset senior dalam studi tata kelola di sebuah lembaga kajian, Brookings Institution di Washington.
“Tetapi tidak ada keraguan mengenai fakta bahwa satu atau dua – atau maksimal tiga minggu ke depan – akan menjadi (penentu) keberhasilan atau kegagalan agenda legislatif (dari)pemerintahan Biden.”
RUU pertama dari dua yang dipertentangkan oleh Partai Demokrat adalah RUU infrastruktur yang bernilai sekitar $1 triliun yang sudah disetujui Senat dengan dukungan bipartisan.
Yang kedua adalah RUU anggaran $3,5 triliun yang jauh lebih besar mengenai potongan pajak dan pengeluaran sosial yang akan memungkinkan terlaksananya prioritas Partai Demokrat, termasuk upayanya untuk mengatasi perubahan iklim, memperluas akses ke layanan kesehatan, mengatasi ketidaksetaraan, dan hal lainnya.
Masalahnya adalah kubu progresif partai ini berjanji untuk memblokir pengesahan RUU infrastruktur kecuali jika RUU anggaran sosial disahkan terlebih dahulu, dan kaum moderat menolak jika paket infrastruktur disahkan terlebih dahulu dan biaya RUU anggaran sosial dipangkas.
Jason Grumet, presiden Pusat Kebijakan Bipartisan, sebuah organisasi penelitian di Washington, mengatakan kepemimpinan Partai Demokrat di DPR berada dalam posisi yang mirip dengan kepemimpinan Partai Republik satu dekade lalu.
Pada saat itu, kebangkitan gerakan sayap kanan Tea Party membuat para pemimpin Republik menghadapi kelompok ideologis dalam partainya yang bersedia menjegal tujuan partai yang lebih luas untuk mencapai tujuannya sendiri yang lebih sempit.
“Secara historis, ketika ketua DPR dan presiden Partai Demokrat mengatakan, 'Kita akan melakukan ini sekarang,' partai akan menyetujuinya" kata Grumet. Sekarang, katanya, “Ada pertanyaan terbuka, dalam beberapa hari ke depan, mengenai apakah Ketua DPR Nancy Pelosi dan Presiden Biden, faktanya bisa mempertahankan kebersamaan di Partai Demokrat yang sangat beragam.”
BACA JUGA: DPR AS Dijadwalkan Bahas RUU Infrastruktur Bernilai $1 TriliunDan itu hanya mencakup DPR. Agar RUU anggaran sosial bisa disahkan Senat, Demokrat harus mempersatukan 50 anggota mereka, termasuk Joe Manchin dari West Virginia dan Kyrsten Sinema dari Arizona, keduanya secara serius telah meragukan proposal tersebut.
Senat Partai Republik, Senin malam memperumit proses tersebut dengan menggunakan alat legislatif - filibuster - untuk menggagalkan RUU yang disahkan DPR yang akan mendanai pemerintah hingga Desember dan menangguhkan pembatasan pagu utang pada pinjaman Departemen Keuangan hingga Desember 2022.
Tujuan mereka adalah untuk memaksa Partai Demokrat menggunakan proses yang dikenal sebagai “rekonsiliasi anggaran,” yang kebal terhadap filibuster, untuk menaikkan plafon utang hanya dengan menggunakan suara Partai Demokrat.
Para anggota Kongres dari kedua belah pihak takut harus menaikkan plafon utang karena takut dikecam terkait anggaran yang sembrono.
Meski demikian Partai Demokrat ingin Partai Republik berpartisipasi dalam pemungutan suara pagu utang, karena tindakan itu akan membantu menutup biaya RUU anggaran dan pemotongan pajak yang disahkan ketika Partai Republik berkuasa.
Selain itu, Partai Demokrat telah merencanakan untuk menggunakan rekonsiliasi anggaran untuk meloloskan RUU anggaran sosial senilai $3,5 triliun. Tetapi menambahkan kenaikan pagu utang yang mendesak sangat memperumit RUU itu dan menekan waktu yang dimiliki Partai Demokrat. (my/rs)