Putusan majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat pada hari Kamis (2/3) yang mengabulkan gugatan Partai Prima terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU), dan kemudian meminta KPU menangguhkan pemilu 2024 dinilai “menyesatkan” dan “salah jalur.”
Hal ini disampaikan pakar hukum tata negara di Universitas Sebelas Maret UNS Solo Agus Riewanto saat diwawancarai VOA hari Jumat (3/3). Ia menilai PN Jakarta Pusat telah melampaui kewenangannya.
"Itu putusan pengadilan yang menyesatkan. Pertama, melanggar kompetensi absolut pengadilan karena gugatan terkait pemilu bukan di pengadilan negeri, tetapi ke pengadilan tata usaha negara (PTUN). Kedua, dilihat dari UU Administrasi Pemerintahan, ini bukan kasus perdata biasa lho, ini terkait pemilu," tegas Agus.
BACA JUGA: KPU Akan Banding Soal Putusan Penundaan PemiluSecara khusus ia menyoroti kompetensi hakim yang memutuskan kasus itu, dan menyerukan Mahkamah Agung untuk memeriksa kembali pemahaman dan kompetensi para hakim atas sistem pemilu Indonesia.
Ia menilai gugatan Partai Prima sedianya diselesaikan secara sederhana dengan UU Pemilu, bukan dengan menggunakan hukum perdata di pengadilan negeri.
"UU No.7 Tahun 2017 tentang Pemilu jelas menyebutkan jalur yang ditempuh dalam sengketa pemilu. Ada lembaga tersendiri, yaitu Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu) maupun PTUN," ujar Agus.
Mengapa Partai Prima Menggugat?
PT Prima, yang didirikan oleh para mantan aktivis 98, melayangkan gugatan terhadap KPU pada 8 Desember 2022 karena merasa dirugikan atas keputusan KPU dalam melakukan verifikasi administrasi partai politik yang ditetapkan dalam Rekapitulasi Hasil Verifikasi Administrasi Partai Politik Calon Peserta Pemilu. Keputusan verifikasi KPU tersebut membuat Partai Prima dinyatakan Tidak Memenuhi Syarat (TMS) dan tidak bisa mengikuti verifikasi faktual.
Selain memenangkan gugatan Partai Prima, majelis hakim PN Jakarta Pusat memerintahkan KPU untuk menghentikan sisa tahapan Pemilu 2024 dan melaksanakan tahapan pemilihan umum dari awal dalam waktu lebih kurang 2 tahun 4 bulan dan 7 hari.
Ketua KPU Hasyim Asyari mengatakan langsung mengajukan banding atas putusan tersebut.
Putusan Dinilai Janggal, Tidak Untungkan Parpol dan Calonnya
Diwawancarai secara terpisah, anggota Dewan Pembina Perludem (Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi) Titi Anggraini mengatakan ini kasus unik. "Unik dan aneh putusan PN Jakarta Pusat dapat menghentikan tahapan pemilu dan memerintahkan mengulang tahapan dari awal. Bahkan spesifik menyebut jangka waktunya. Banyak kejanggalan dari putusan itu. Bisa dibilang ini peradilan salah jalan, bahkan salah jalur,” ujarnya.
Your browser doesn’t support HTML5
Ditambahkannya, sistem hukum Indonesia tidak mengenal putusan terkait pemilu oleh pengadilan negeri. Putusan ini, tegasnya, berpotensi mengacaukan konstruksi hukum pemilu.
Ketua Departemen Politik dan Perubahan Sosial di CSIS, Arya Fernandes, dalam diskusi virtual hari Jumat mengatakan “diskursus penundaan pemilu ini tidak akan menguntungkan partai politik dan calonnya – kandidat caleg dan capres. Mengapa begitu? Pertama, karena akan kembali memunculkan ketidakpastian baru soal waktu penyelenggaraan pemilu, padahal pemerintah dan DPR telah menetapkan pemilu akan dilangsungkan pada 14 Februari 2024. Kedua, pembiayaan politik diprediksi akan meningkat. Ketidakpastian akan membuat partai politik dan calonnya menemui kesulitan untuk melakukan fund raising politic.”
MA Perlu Telisik Motif Hakim
Pakar hukum tata negara Agus Riewanto mengingatkan apapun reaksi berbagai pihak atas putusan PN Jakarta Pusat itu, putusannya harus tetap dihormati.
"Ini kewenangan Mahkamah Agung. Pertanyaannya mengapa sejak awal pengajuan gugatan terkait pemilu bisa diterima di tingkat pengadilan negeri. Mahkamah Agung punya kewenangan membina para hakim dalam kasus ini. Apakah hakim-hakim ini tidak tahu sama sekali soal sistem hukum Indonesia, pura-pura tidak tahu, atau sengaja membuat move politik,” ujar Agus.
BACA JUGA: Komisi Yudisial Akan Panggil Hakim Terkait Keputusan Penundaan PemiluBagaimana pun juga menurutnya putusan ini masih belum final. “Masih ada peluang KPU banding ke pengadilan tinggi, maupun kasasi di Mahkamah Agung. Putusan itu bisa dikoreksi. Belum bisa mengikat KPU", pungkas Agus.
Wapres: Kita Tunggu Hasil Banding KPU
Pandangan serupa disampaikan Wakil Presiden KH Ma’ruf Amin. “Persiapan tentu berlanjut, semua yang disiapkan berlanjut, ini kan baru ada putusan yang belum tentu final,” ujar Wapres usai meresmikan pembukaan Musyawarah Nasional XI Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), di Istana Wakil Presiden, hari Jumat.
Ditambahkannya, selain mengkaji hasil putusan PN Jakarta Pusat itu, pemerintah juga menunggu dengan seksama hasil banding yang diajukan KPU terhadap putusan itu. [ys/em]