New Orleans, yang dikenal luas sebagai kota kelahiran aliran musik blues, tak pernah menyerah meski dilanda berbagai bencana. Akankah New Orleans bertahan di tengah perebakan virus corona?
Pada tahun 1788 dan 1794 terjadi kebakaran hebat di New Orleans. Disusul beragam wabah demam kuning pada tahun 1800an. Badai topan Betsy menghantam tahun 1965 dan empat puluh tahun kemudian, tepatnya pada tahun 2005 badai Katrina melanda daerah itu. Kenangan tentang New Orleans bagai mimpi buruk.
BACA JUGA: Trump Perpanjang Panduan Pembatasan Sosial Hingga Akhir AprilKini kota itu menjadi salah satu lokasi utama perebakan virus corona. Hingga hari Jumat (27/3), New Orleans dan kota di dekatnya, Jefferson Parish, mencatat lebih 80 dari 119 kematian akibat virus corona di negara bagian Louisiana. Dari 2.700 orang yang terjangkit di Louisiana, 1.700 orang berasal dari kedua kota itu. Jumlah kasus virus corona meningkat pesat, sebagian karena banyaknya jumlah orang yang diketahui mengidap virus itu setelah menjalani uji medis.
Festival Mardi Gras Diduga Jadi Pusat Perebakan Virus corona
Belum diketahui mengapa New Orleans menjadi pusat perebakan virus corona, meskipun para pejabat pemerintah secara terbuka menyampaikan spekulasi bahwa hal itu disebabkan oleh perayaan tahunan Mardi Gras pada akhir Februari lalu. Perayaan itu mendorong lebih dari satu juta wisatawan dan warga lokal itu memadati jalan-jalan kota itu setiap tahun.
Gubernur Louisiana John Bel Edwards telah berulangkali mengingatkan bahwa layanan kesehatan negara bagian itu akan kewalahan pada akhir April nanti. Louisiana bersiap menerima dua hingga empat ribu pasien, di atas perkiraan normal tahun ini, ujar Joseph Kanter, salah seorang pejabat kesehatan di daerah itu.
Morial Convention Center, yang pernah menjadi tempat berlindung para pengungsi badai Katrina, kembali akan menjadi rumah sakit darurat untuk menghadapi membludaknya pasien virus corona, yang sekali lagi akan menguji kesiapsiagaan darurat sebuah kota di mana upaya penyelamatan pada tahun 2005 dinilai tidak memadai. Otorita kesehatan kini berlaga mempersiapkan masker dan baju pelindung bagi para petugas medis, dan sekaligus mengumpulkan ventilator untuk menyelamatkan nyawa pasien.
Sementara itu perekonomian New Orleans yang selama ini tergantung dari dunia pariwisata, restoran-restoran yang penuh sesak, pertunjukkan musik di bar dan klub malam, kini mati akibat kebijakan menjaga jarak atau social distancing, perintah agar warga tinggal di rumah, penutupan bisnis dan larangan berkumpul lebih dari 10 orang. Pertunjukkan musik, yang merupakan bagian dari sejarah kota itu, kini menjadi bagian dari sejarah saja.
Bartender, pelayan dan staf hotel tidak lagi bekerja. Sementara para musisi di kota itu, yang setelah badai Katrina masih bisa mengadakan pertunjukkan keliling dunia, dalam pandemi ini tidak lagi bisa melakukannya.
Banyak Musisi Kini Menganggur
“Saya sudah main musik seumur hidup saya, sejak saya masih remaja,” ujar John Moore yang berusia 78 tahun dan dikenal sebagai musisi, pemain gitar dan pemimpin band “Deacon John.” “Saya tidak pernah menganggur. Tetapi kini tiba-tiba saja, musik di kota ini mati!”
Ditambahkannya, “rasanya seperti apa yang kita syukuri dari kota ini, diambil dari kita,” ujar George Ingmire, DJ di stasiun radio musik sangat terkenal di New Orleans WWOZ. “Sebagian dari kami datang ke kota ini dan tidak pernah meninggalkan kota ini.. karena apa yang ada di kota ini dan kami sangat bangga.. Ini tidak lagi ada sekarang. Ini benar-benar menyedihkan.”
New Orleans Juga Diselimuti Kemiskinan
Kerentanan kota ini mencakup kemiskinan dan lapangan pekerjaan dengan pendapatan rendah.
“Saya sangat khawatir ketika warga kota ini hidup dari gaji bulanan.,” ujar John Clarke, profesor di sekolah bisnis Universitas Tulane. Menurutnya tidak ada
perusahaan besar di New Orleans yang memiliki posisi lebih baik dibanding bisnis yang lebih kecil, yang siap menghadapi naik turunnya kondisi ekonomi. Industri berlimpah yang dimiliki New Orleans adalah industri jasa, judi dan pariwisata, yang kini “berhenti total.”
Tingkat kemiskinan yang tinggi juga dapat menghambat kemampuan kota ini memberantas virus corona. Uji medis langsung – atau drive-up testing- yang memungkinkan orang yang menunjukkan gejala, diuji lebih dahulu sambil mengurangi kemungkinan paparan virus ini; tidak dapat dilakukan pada kelompok warga yang miskin. Menurut Data Center, badan kajian yang berkantor di New Orleans, hampir 1 dari 5 keluarga tidak punya mobil.
BACA JUGA: Pakar Kesehatan: Virus Corona Bisa Bunuh 100 Ribu Orang di AmerikaBanyak Warga New Orleans Idap Penyakit Bawaan
Selain kemiskinan, penyakit yang telah diderita sebelumnya, risiko bagi mereka tertular Covid-19, merupakan masalah lain di South Louisiana, ujar Kanter. “Kita tahu bahwa penduduk kita juga mengidap penyakit-penyakit lain, yang mungkin juga terjadi di kota-kota lain. Kita punya banyak warga yang mengidap diabetes, penyakit jantung, penyakit ginjal dan penyakit hati. Hal ini membuat kita memiliki risiko terburuk,” tambah Kanter.
Bagi sebagian besar orang, virus corona menimbulkan gejala ringan atau sedang, seperti demam dan batuk, yang pulih dalam 2-3 minggu. Bagi sebagian lainnya, khususnya lansia dan orang yang sebelumnya sudah punya masalah kesehatan, virus corona bisa memicu penyakit parah, termasuk pneumonia dan kematian.
Para pekerja medis kini menggunakan ulang masker dan baju pelindung mereka. Seorang perawat di rumah sakit pinggiran New Orleans, yang tidak memiliki wewenang untuk bicara pada wartawan, mengatakan para staf telah berdiskusi untuk menggunakan jas hujan, seperti yang dibeli para wisatawan French Quarter di toko-toko suvenir ketika hari hujan, sebagai baju pelindung. [em/ii]