Pengadilan Pidana Internasional (International Criminal Court/ICC) mengambil langkah besar dengan mengeluarkan surat perintah penangkapan Presiden Rusia Vladimir Putin atas invasi di Ukraina sejak Februari 2022. Putin juga dituduh melakukan kejahatan perang dengan mendeportasi anak-anak Ukraina ke Rusia.
Yang menjadi pertanyaan, apakah benar keputusan ICC itu benar-benar dapat menyeret Putin ke meja hijau di Den Haag?
Bagaimana itu Bisa Terjadi?
Negara-negara anggota ICC wajib melaksanakan surat perintah penangkapan Putin dan komisaris kepresidenan Rusia untuk hak-hak anak, Maria Lvova-Belova, jika mereka bepergian ke negara anggota-anggota mahkamah yudisial itu.
"Itu benar," kata Jaksa ICC Karim Khan kepada AFP ketika ditanya apakah Putin secara hukum bisa ditangkap jika dia menginjakkan kaki di salah satu dari 123 negara itu.
Kebijakan itu memang dapat mempersulit Putin dalam melakukan perjalanan ke mancanegara. Namun perintah itu sulit direalisasikan karena ICC tidak memiliki satuan kepolisian sendiri untuk menjalankan surat perintahnya. Akibatnya, keputusan penangkapan tersebut sepenuhnya bergantung pada negara-negara ICC.
Negara-negara tidak menerapkan keputusan itu, terutama jika ketetapan itu melibatkan kepala negara yang sedang menjabat seperti Putin.
Mantan pemimpin Sudan Omar al-Bashir berhasil melawat ke sejumlah negara anggota ICC, termasuk Afrika Selatan dan Yordania, meskipun negara-negara itu tunduk pada surat perintah ICC.
Meski digulingkan pada 2019, Sudan belum menyerahkan Omar ke pengadilan.
BACA JUGA: ICC Keluarkan Surat Perintah Penangkapan terhadap Putin atas Kejahatan Perang UkrainaMatthew Waxman, profesor di Columbia Law School, mengatakan itu adalah kebijakan itu merupakan "langkah ICC yang sangat signifikan, tetapi kemungkinan kecil kita bisa melihat Putin ditangkap.”
Apa Rintangan Utamanya
Pertama dan terpenting: Rusia, seperti juga Amerika Serikat (AS) dan China, juga bukan anggota ICC.
ICC dapat mengajukan tuntutan terhadap Putin karena Ukraina telah menerima yurisdiksinya atas situasi saat ini, meskipun Kyiv juga bukan negara anggota ICC.
Namun Moskow menolak surat perintah penangkapan Putin tersebut.
Rusia tidak mengekstradisi warganya dalam situasi apa pun.
Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov mengatakan Rusia "tidak mengakui yurisdiksi pengadilan ini sehingga dari sudut pandang hukum, keputusan pengadilan ini tidak berlaku.”
Rusia sebenarnya menandatangani Statuta Roma yang menjadi dasar pembentukan ICC, tetapi tidak meratifikasinya menjadi anggota. Pada 2016. Moskow memutuskan membatalkan persetujuannya atas perintah Putin, setelah ICC melakukan penyelidikan atas perang di Georgia pada 2008.
Putin tidak mungkin berakhir di pengadilan untuk kejahatan perang "kecuali ada perubahan rezim di Rusia,” kata Cecily Rose, asisten profesor hukum internasional publik di Universitas Leiden.
Apakah Tersangka Pejabat Tingkat Tinggi dapat Diadili?
Namun, kata Khan, sejarah mencatat bahwa ada beberapa tokoh senior yang berakhir di meja hijau atas tuduhan kejahatan perang melewati segala rintangan.
BACA JUGA: Cek Fakta: Putin Samarkan Praktik Deportasi Paksa Anak-anak Ukraina sebagai Program Kemanusiaan"Ada begitu banyak contoh orang yang mengira mereka berada di luar jangkauan hukum... mereka menemukan diri mereka di pengadilan," katanya.
"Contohnya Milosevic atau Charles Taylor atau Karadzic atau Mladic,” ujar Khan.
Pada 2012, ICC menghukum Taylor, mantan panglima perang Liberia yang menjadi presiden, atas dakwaan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan.
Mantan presiden Serbia Slobodan Milosevic meninggal di selnya di Den Haag pada 2006 saat diadili karena tuduhan melakukan genosida di pengadilan kejahatan perang Yugoslavia.
Mantan pemimpin Serbia Bosnia, Radovan Karadzic, akhirnya ditangkap pada 2008 dan dihukum karena melakukan genosida oleh pengadilan. Pemimpin militer Bosnia, Ratko Mladic, ditangkap pada 2011 dan dijatuhi hukuman penjara seumur hidup.
Adakah Pilihan Lain?
ICC tidak dapat mengadili tersangka secara in absentia, tetapi Khan mengatakan pengadilan memiliki "cara lain" untuk mendorong kasus agar terus bergulir.
Dia mengutip kasus baru-baru ini di mana dia meminta hakim menggelar persidangan untuk menetapkan uduhan terhadap Joseph Kony - pemimpin Tentara Perlawanan Tuhan, yang melancarkan pemberontakan berdarah di Uganda. Hal tersebut dilakukan meskipun Kony masih buron.
“Proses itu mungkin bisa diaplikasikan untuk kasus lain, termasuk kasus saat ini” yang melibatkan Putin, tambah Khan. [ah/ft]