PBB mengkhawatirkan peningkatan lahan pertanian Afghanistan yang ditanami candu, meski produksi tanaman itu tahun ini turun karena penyakit dan akibat cuaca buruk.
ISLAMABAD —
Laporan Kantor Narkotika dan Kejahatan PBB hari Selasa mengatakan hasil produksi candu Afghanistan turun 36 persen dari tahun sebelumnya, meskipun luas lahan yang ditanami candu meningkat 18 persen.
Harga candu yang tinggi dikombinasikan dengan korupsi dan kurangnya keamanan mendorong para petani Afghanistan kembali menanam candu gelap yang bernilai tinggi itu.
Menurut laporan itu, pemerintah Afghanistan juga meningkatkan upaya memberantas penanaman candu, namun tingginya harga candu menjadi insentif kuat bagi orang untuk mulai atau kembali menanamnya.
Afghanistan sejak lama menjadi pemasok utama candu di dunia. Menurut PBB hasil tanaman candu merupakan empat persen dari produk nasional bruto Afghanistan, turun dari tujuh persen tahun lalu.
Kepala PBB untuk Bagian Narkoba dan Kejahatan, Jean-Luc Lemahieu, mengatakan hari Selasa di Kabul bahwa angka-angka untuk tahun 2012 mengkhawatirkan.
"Kenaikan 18 persen adalah sebuah peringatan serius – sebuah panggilan untuk kita. Kerja yang telah dilakukan selama bertahun-tahun terakhir menjadi sia-sia. Kita dihadapkan lagi dengan angka-angka tertinggi produksi candu pada tahun 2008, 2007, dan 2006. Negara ini sedang menuju transisi. Kita tidak bisa membiarkan hal ini berlanjut,” ujar Lemahieu.
Sembilan puluh lima persen dari ladang-ladang candu terdapat di Afghanistan bagian barat dan selatan, daerah yang terkena dampak pertempuran dengan Taliban.
Lemahieu mengatakan para pemberontak adalah salah satu kelompok yang mendapat keuntungan utama dari perdagangan narkoba. Tapi dia juga menyalahkan korupsi, kurangnya penegakan hukum, konflik lokal dan kurangnya kemauan pemerintah dalam menangani masalah tersebut.
Lemahieu mengatakan meskipun upaya pemberantasan telah dilakukan bertahun-tahun, Kementerian Dalam Negeri Afghanistan baru membuat pemberantasan tanaman candu sebagai salah satu dari 10 prioritasnya tiga hari yang lalu.
“Pengambilan keputusan ini terlalu lama, dan keengganan pemerintah ini menjadi masalah untuk kita,” papar Lemahieu.
Menurut badan PBB untuk Narkoba dan Kejahatan, meskipun perkebunan candu meningkat dan diperkirakan akan naik lagi musim depan, produksi keseluruhan candu justru turun. Tapi penurunan ini terutama karena cuaca buruk dan penyakit tanaman.
Muzamel Shinwari, wakil menteri perdagangan Afghanistan, mengatakan negara itu telah berusaha untuk menganekaragamkan ekspor supaya petani punya pilihan lain.
"Satu-satunya produk yang dapat melawan ekspor obat-obatan illegal ini adalah kunyit, dan kami memusatkan pada hal ini - harganya cukup mahal dan punya prospek pasar yang cerah,” kata Shinwari
Tujuh belas dari 34 propinsi di Afghanistan telah dinyatakan bebas candu.
Harga candu yang tinggi dikombinasikan dengan korupsi dan kurangnya keamanan mendorong para petani Afghanistan kembali menanam candu gelap yang bernilai tinggi itu.
Menurut laporan itu, pemerintah Afghanistan juga meningkatkan upaya memberantas penanaman candu, namun tingginya harga candu menjadi insentif kuat bagi orang untuk mulai atau kembali menanamnya.
Afghanistan sejak lama menjadi pemasok utama candu di dunia. Menurut PBB hasil tanaman candu merupakan empat persen dari produk nasional bruto Afghanistan, turun dari tujuh persen tahun lalu.
Kepala PBB untuk Bagian Narkoba dan Kejahatan, Jean-Luc Lemahieu, mengatakan hari Selasa di Kabul bahwa angka-angka untuk tahun 2012 mengkhawatirkan.
"Kenaikan 18 persen adalah sebuah peringatan serius – sebuah panggilan untuk kita. Kerja yang telah dilakukan selama bertahun-tahun terakhir menjadi sia-sia. Kita dihadapkan lagi dengan angka-angka tertinggi produksi candu pada tahun 2008, 2007, dan 2006. Negara ini sedang menuju transisi. Kita tidak bisa membiarkan hal ini berlanjut,” ujar Lemahieu.
Sembilan puluh lima persen dari ladang-ladang candu terdapat di Afghanistan bagian barat dan selatan, daerah yang terkena dampak pertempuran dengan Taliban.
Lemahieu mengatakan para pemberontak adalah salah satu kelompok yang mendapat keuntungan utama dari perdagangan narkoba. Tapi dia juga menyalahkan korupsi, kurangnya penegakan hukum, konflik lokal dan kurangnya kemauan pemerintah dalam menangani masalah tersebut.
Lemahieu mengatakan meskipun upaya pemberantasan telah dilakukan bertahun-tahun, Kementerian Dalam Negeri Afghanistan baru membuat pemberantasan tanaman candu sebagai salah satu dari 10 prioritasnya tiga hari yang lalu.
“Pengambilan keputusan ini terlalu lama, dan keengganan pemerintah ini menjadi masalah untuk kita,” papar Lemahieu.
Menurut badan PBB untuk Narkoba dan Kejahatan, meskipun perkebunan candu meningkat dan diperkirakan akan naik lagi musim depan, produksi keseluruhan candu justru turun. Tapi penurunan ini terutama karena cuaca buruk dan penyakit tanaman.
Muzamel Shinwari, wakil menteri perdagangan Afghanistan, mengatakan negara itu telah berusaha untuk menganekaragamkan ekspor supaya petani punya pilihan lain.
"Satu-satunya produk yang dapat melawan ekspor obat-obatan illegal ini adalah kunyit, dan kami memusatkan pada hal ini - harganya cukup mahal dan punya prospek pasar yang cerah,” kata Shinwari
Tujuh belas dari 34 propinsi di Afghanistan telah dinyatakan bebas candu.