Aksi Protes Perempuan Desa Lakardowo, Tuntut Penuntasan Kasus Pencemaran Limbah B3

  • Petrus Riski

Aksi duduk dan diam di depan Kantor Gubernur Jawa Timur oleh Gerakan Perempuan Lakardowo Mandiri atau Green Woman, menuntut penyelesaian kasus pencemaran limbah B3 di desa mereka (Foto:VOA/Petrus Riski).

Sejumlah perempuan yang tergabung dalam Gerakan Perempuan Lakardowo Mandiri atau disingkat Green Woman, menggelar aksi duduk dan diam di depan Kantor Gubernur Jawa Timur, di Jalan Pahlawan, Surabaya, mulai Senin (13/8). Aksi ini sebagai bentuk protes dan desakan kepada Gubernur Jawa Timur, untuk membantu penyelesaian kasus limbah B3 yang mencemari desa mereka.

Sembilan perempuan berkaus hijau, bertopi bambu atau disebut caping, dan berpenutup hidung dan mulut, melakukan aksi duduk di depan Kantor Gubernur Jawa Timur, di Jalan Pahlawan, Surabaya. Sambil memegang bendera Merah Putih, para perempuan dari Desa Lakardowo, Kabupaten Mojokerto ini menyuarakan tuntutannya melalui tulisan pada karton-kartonyang digantungkan di dada mereka.

Aksi duduk dan diam ini sebagai bentuk protes warga atas berlarut-larutnya penanganan kasus limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) dari pabrik pengolahan limbah B3 yang ada di desa mereka, yang diduga mencemari lingkungan.

Your browser doesn’t support HTML5

Aksi Duduk dan Diam Perempuan Desa Lakardowo, Tuntut Penuntasan Kasus Pencemaran Limbah B3

Menurut Juru Bicara aksi Gerakan Perempuan Lakardowo Mandiri, Sutama, aksi ini telah memasuki hari yang ketiga, dan akan dilangsungkan hingga Kamis depan, atau sampai mereka berhasil menemui Gubernur Jawa Timur Soekarwo.

“Rencananya sampai Kamis, cuma diam saja, kan ini aksi diam sambil menunggu kedatangan, ditemui sama Pakdhe Karwo (Gubernur Jawa Timur Soekarwo),” kata Sutama.

Sutama bersama sembilan perempuan Lakardowo yang melakukan aksi duduk dan diam ini, meminta Gubernur Jawa Timur selaku kepala daerah agar mendesak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk segera menyampaikan hasil audit lingkungan yang belum juga disampaikan kepada warga.

“Kami meminta Pakdhe Karwo untuk mendorong KLHK supaya menjelaskan hasil audit (lingkungan) itu.Kok hampir dua tahun belum dikeluarkan,” imbuhnya.

Warga Desa Lakardowo, Heru Siswoyo mengungkapkan, aksi duduk dan diam initranspirasidiinspirasikan oleh aksi perempuan pegunungan Kendeng, Jawa Tengah, yang menolak keberadaan pabrik semen di dekat desa mereka. Menurut Heru, pencemaran lingkungan oleh pabrik pengolahan limbah B3 yaitu PT. Putra Restu Ibu Abadi (PRIA), paling dirasakan dampaknya oleh kaum perempuan atau para ibu di Desa Lakardowo.

“Pertama memang, melihat perjuangan Kendeng itu, kita mendapatkan inspirasi. Nah dari situ,kita tahu bahwa dampak itu paling dirasakan, pertama kali oleh ibu-ibu. Kalau mau masak, kita tidak bisa langsung menggunakan air dari sumber, melainkan kita harus beli air kemasan untuk memasak, untuk mandi, bahkan untuk balita yang baru lahir itu. Jadi ibu-ibu dari Lakardowo ini sebagai simbol, mereka menunjukkan bahwasannya air menurut ibu-ibu Lakardowo adalah kebutuhan yang paling utama,” jelas Heru Siswoyo.

Sutama menyebut kondisi lingkungan di Desa Kakardowo hingga kini masih buruk. Sejumlah anak menderita penyakit gatal-gataldan gangguan pernafasan. Udara di desa itutercemar limbah B3.

“Kondisinya sih semakin parah, contohnya anak-anak kecil itu semakin banyak yang kena penyakit gatal-gatal, terus air kami itu semakin lama kesadarannya semakin tinggi, sudah tidak berani memakai air itu. Otomatis warga itu semua beli air untuk masak, untuk minum, itu semua beli. Terus buat mandi anak kecil juga beli, kalau kami sendiri sih, hanya untuk mandi orang dewasa sama cuci baju. Kalau dari bau udara setiap hari itu bau, sangat parah kalau pas pembakaran itu,” kata Sutama.

Tolak Limbah B3, menjadi salah satu tuntutan para perempuan Desa Lakardowo, yang lingkungannya tercemar akibat aktivitas pabrik pengolahan limbah B3 (Foto: VOA/Petrus Riski)

Heru serta warga Desa Lakardowo yang lain berharap, pemerintah segera menuntaskan persoalan pencemaran limbah B3 di desa mereka, agar masyarakat dapat kembali menikmati lingkungan bersih.

“Intinya kita membutuhkan lingkungan yang baik, yang sehat dan bersih, jadi kita itu semua berhak menjaga dan mempertahankan lingkungan kita,” lanjut Heru.

Sementara itu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur, Diah Susilowati mengatakan, pemerintah daerah akan melakukan remediasi atau usaha perbaikan lingkungan sambil menunggu hasil audit oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

“Sudah ada audit lingkungan oleh tim pusat, ya kita tunggu saja hasilnya.. Tapi, intinya kan perbaikan lingkungan, di sana nanti rumah-rumah penduduk yang sudah terlanjur ditimbun akan kita perbaiki,” jelas Diah Susilowati. [pr/ab]