Yohanes Romualdus alias Kancek merupakan satu dari sekian banyak penyedia jasa pariwisata dan pelaku wisata di Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT) yang menolak kenaikan harga tiket masuk ke Taman Nasional Komodo (TNK).
Pada 1 Agustus 2022, pemerintah provinsi meresmikan harga tiket menjadi Rp3,75 juta untuk masuk ke TNK termasuk Pulau Padar, Pulau Komodo, dan perairan sekitarnya. Sebelumnya, tiket masuk ke TNK hanya berkisar Rp150 ribu. Kenaikan harga tiket itu dinilai tidak masuk akal.
"Kami sudah punya tamu yang sudah booking untuk trip bulan ini. Tapi begitu ada kenaikan itu beberapa tamu yang batal untuk datang ke Labuan Bajo karena (tiket) kemahalan dan tidak masuk akal," katanya kepada VOA, Senin (1/8).
Menurut Kancek, kenaikan harga tiket itu telah membuat para pelaku pariwisata di Labuan Bajo turun ke jalan untuk melakukan protes. Mereka juga sepakat untuk mogok beroperasi sebulan penuh.
"Seluruh pelaku pariwisata di Labuan Bajo menyatakan mogok kerja mulai 1 sampai 31 Agustus 2022 sebagai bentuk protes atas kenaikan tiket itu," ungkapnya.
Aksi mogok ini melumpuhkan pariwisata di Labuan Bajo yang selama ini digembar-gemborkan sebagai destinasi super prioritas Indonesia.
"Tidak ada sama sekali (aktivitas), sama sekali lumpuh. Hotel juga tidak menerima tamu, di bandara tamu tidak ada yang jemput, di pelabuhan juga tidak ada tamu yang berangkat. Kami sudah semua sepakat untuk tidak melayani pariwisata," ucap Kancek.
Kancek menuding kenaikan harga tiket masuk ke TNK merupakan dampak monopoli Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Provinsi NTT. Diketahui PT Flobamor, sebuah BUMD, merupakan pengelola jasa wisata di Pulau Komodo.
"Sangat terkesan sebagai monopoli bisnis di pariwisata dan ini didukung oleh Menteri Pariwisata, Gubernur NTT, dan Bupati Manggarai Barat. Harapan kami sederhana saja, batalkan kenaikan karena itu bukan murni dari pemerintah pusat. Itu adalah murni bisnis dari BUMD untuk memonopoli pariwisata," ujarnya.
Akademisi sekaligus pengamat pariwisata, Sari Lenggogeni, menilai kenaikan harga tiket masuk ke TNK itu akan berdampak terhadap kunjungan wisatawan. Seharusnya pemerintah terlebih dahulu melakukan uji coba terkait penetapan harga tiket.
"Saya setuju dengan prinsip keberlanjutan. Tapi tentu harganya agak tidak masuk akal Rp3,75 juta karena harus dicoba dan disurvei dahulu. Untuk harga itu banderolnya menurut saya tinggi. Bukan malah mengurangi malah takutnya jadi tidak ada yang datang," katanya saat dihubungi VOA.
Your browser doesn’t support HTML5
Sari menyarankan agar pemerintah bisa menggunakan sistem zonasi dalam penetapan harga tiket masuk ke TNK. Sistem zonasi itu akan bisa menstimulasi pasar-pasar dengan kelas yang dianggap wajar soal kenaikan harga tersebut.
"Makanya perlu dilakukan zonasi mana yang benar-benar pasar premium dan segmen biasa. Jangan sampai pascapandemi orang-orang ingin berwisata malah jadi tidak ada yang datang karena dianggap terlalu mahal dan tidak terjangkau. Jangan diberlakukan dahulu dan harus ditinjau kembali," ujarnya.
Sementara, Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Dede Yusuf Macan Effendy, menilai kebijakan menaikkan harga tiket masuk ke TNK kurang tepat. "Kami meminta ini ditinjau ulang dahulu. Sebaiknya menunda terlebih dahulu (kenaikan harga tiket) sebelum masa sidang DPR dan pemerintah menjelaskan tentang urgensi dari kenaikan tersebut. Jika urgensinya konservasi, apakah tidak ada cara lain?," ujarnya kepada VOA.
Kemudian, Dede berharap agar kenaikan tiket itu ditunda sampai pemerintah bisa memberikan penjelasan kepada DPR RI tentang alasan menaikkan harga tersebut. Pasalnya, kenaikan harga tiket masuk ke TNK itu telah menciptakan penolakan dari masyarakat di Labuan Bajo.
"Ini penolakan dari masyarakat berimbas pada demo dan mogok kerja, bukannya itu malah akan berdampak terhadap citra Labuan Bajo. Ini harus didudukkan dengan baik jangan sampai yang terjadi malah pemerintah bersitegang dengan masyarakat," ucapnya.
Dede pun mengimbau agar pihak keamanan tidak represif terhadap para pelaku pariwisata yang protes atas kenaikan harga tiket masuk ke TNK tersebut.
"Jangan sampai nanti konflik-konflik yang sifatnya kekerasan malah membuat citra dari Pulau Komodo di mata internasional menjadi rusak," katanya.
Dalam waktu dekat Komisi X DPR RI mengagendakan pertemuan dengan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) terkait kenaikan harga tiket masuk ke TNK.
"Saya sudah baca beberapa pernyataan Menteri Pariwisata yang mengatakan bahwa ini berlaku terusan. Ini belum diputuskan secara bersama-sama lembaga Kemenparekraf. Masih ada peluang ini dihentikan atau ditunda sampai bertemu angka yang lebih rasional. Jangan membebankan tiket terusan satu tahun dengan dalih konservasi," pungkas Dede.
Sebelumnya, Menparekraf, Sandiaga Salahuddin Uno, mengatakan kenaikan harga tiket masuk ke TNK sebesar Rp3,75 juta per orang untuk per tahun berlaku di pulau yang ditetapkan sebagai wilayah konservasi, yakni Pulau Komodo dan Pulau Padar, sementara tarif masuk ke Pulau Rinca tetap sama.
"Mengutip pernyataan Presiden Joko Widodo saat melakukan kunjungan kerja ke Labuan Bajo, bahwa di Pulau Rinca komodonya sama. Mukanya, badannya, dan besarnya juga sama. Namun kalau memang wisatawan ingin berkunjung ke Pulau Komodo atau Pulau Padar yang mukanya juga sama, tampangnya sama dan setting-nya juga sama maka akan diminta berkontribusi untuk konservasi," kata Sandiaga, Senin (25/7) pekan lalu.
Kunjungan wisatawan ke destinasi super prioritas itu juga dibatasi menjadi 200 ribu pengunjung per tahun. Kenaikan harga tiket dan pembatasan jumlah pengunjung itu, menurut kementerian itu, penting untuk upaya konservasi dan peningkatan ekonomi.
Sampai berita ini diturunkan Pemerintah Provinsi NTT belum memberikan keterangan terkait kenaikan harga tiket dan protes dari para pelaku pariwisata. Gubernur NTT, Viktor Laiskodat, masih belum menjawab pertanyaan dari VOA. [aa/ab]