Sejumlah aktivis iklim hari Minggu (8/1) bertekad untuk mempertahankan sebuah desa kecil di bagian barat Jerman dari buldoser-buldoser yang melakukan perluasan tambang batu bara, yang telah menjadi perdebatan sengit antara pemerintah dan para aktivis lingkungan hidup.
Ratusan aktivis dari seluruh Jerman berkumpul untuk bersiap melakukan demonstrasi berikutnya di desa Luetzerath, yang terletak di barat Koln, di sebelah tambang batu bara Garzweiler yang luas. Tambang terbuka itu menyediakan sebagian besar lignit – sejenis batu bara lunak berwarna kecoklatan – yang dibakar di pembangkit listrik terdekat. Berdasarkan kesepakatan antara pemerintah negara bagian North Rhine-Westphalia dan perusahaan utilitas RWE tahun lalu, tambang itu dijadwalkan ditutup pada tahun 2030.
Perusahaan itu mengatakan pihaknya membutuhkan batu bara untuk memastikan keamanan energi Jerman, yang kini berada di bawah tekanan karena pemotongan pasokan gas dari Rusia, pasca serangan ke Ukraina. Tetapi kelompok-kelompok lingkungan hidup mengecam perjanjian itu, dengan mengatakan masih ada ratusan juta ton batu bara yang diekstraksi dan dibakar. Mereka menilai hal ini akan melepaskan gas rumah kaca dalam jumlah besar dan membuat Jerman tidak akan mungkin memenuhi komitmennya berdasarkan perjanjian iklim Paris tahun 2015.
BACA JUGA: Negara-negara Kaya Menentang Pembentukan Dana Keanekaragaman Hayati BaruJuru bicara aliansi kelompok yang mengorganisir demonstrasi, Luka Scott, mengatakan, “Kami akan berjuang untuk setiap pohon, untuk setiap rumah, untuk setiap meter di desa ini… karena siapa pun yang menyerang Luetzerath berarti menyerang masa depan kita.”
Juru kampanye terkemuka itu telah menggalang dukungan untuk mempertahankan desa dari kehancuran, dan merujuk pada dampak perubahan iklim yang sudah terjadi di Jerman dan sekitarnya.
Kantor berita Jerman DPA melaporkan beberapa aktivis telah mendirikan barikade dan langkah pertahanan lainnya untuk mencegah Luetzerath dihancurkan. Para demonstran ini minggu lalu sempat bentrok dengan polisi di sekitar lokasi des aitu.
Desa Luetzerath dan sekitarnya adalah milik RWE. Petani terakhir yang tinggal di sana telah menjual propertinya kepada perusahaan itu tahun 2022 setelah kalah di pengadilan, terkait penggusurannya. Sejak itu hanya segelintir aktivis yang tersisa, yang tinggal di rumah pohon atau karavan yang dibangun sendiri. Polisi mengatakan tidak ada rencana penggusuran yang dilakukan sebelum 10 Januari. [em/jm]