"Gempurannya hebat, bom atau apapun itu, dijatuhkan dari pesawat. Saya berteriak, 'Julia! Julia! Lalu saya dengar ia berkata, 'Aku masih hidup.'"
Di tengah gempuran Rusia terhadap kota Mariupol, Ukraina pada awal Maret, sebuah bom menghantam apartemen Tatiana.
"Saya dengar seseorang berteriak di bawah tanah, sebuah bom mengenai apartemen di lantai 8, ternyata apartemen kami. Kami bahkan tidak naik ke atas untuk mengeceknya, kami menghabiskan enam hari ke depan di bawah tanah. Satu-satunya benda yang tersisa untuk mengenang rumah adalah kunci apartemen."
Sejak awal Maret, serangan militer Rusia semakin intens dan Tatiana menyadari bahwa meski ia kehilangan tempat tinggal, ia masih bisa menyelamatkan diri dan keluarganya.
"Kami tahu kami harus pergi. Kaki saya patah, tapi saya tetap lari yang paling depan. Karena tidak mau tertinggal," katanya.
Tatiana mengatakan tentara Rusia tidak mengizinkan warga meninggalkan Mariupol ke kota lain di Ukraina lewat koridor kemanusiaan, tapi mengharuskan warga melakukan perjalanan ke wilayah yang diduduki Rusia.
"Kami tahu mereka membawa orang-orang ke Volodarsk, yang dijuluki Republik Donetsk atau bahkan Rusia, saya juga tidak tahu pasti. Tapi kenapa? Kami ingin tetap tinggal di Ukraina!"
Tatiana tak mau ke Rusia meski gratis sekalipun. Ia menghabiskan uang untuk menyewa mobil dan pergi ke Berdyansk. Di sana, relawan membantu keluarganya pergi ke Lviv, di mana aktivis perempuan Lyubov Maksymovych mendirikan tempat penampungan dekat stasiun kereta.
BACA JUGA: PBB: Kekerasan Seksual Hingga Perdagangan Manusia Meningkat Selama Perang di Ukraina"Tempat penampungan ini buka pada hari kedua perang," ujarnya.
Maksymovych telah memperjuangkan hak perempuan selama hampir 25 tahun. Ia telah memulai banyak inisiatif untuk membantu perempuan merintis karir. Tetapi sejak terjadinya invasi, Maksymovych memilih membantu perempuan dengan cara lain.
"Saya punya proyek bernama Keamanan Ekonomi bagi Perempuan. Saya hubungi beberapa perempuan yang mengerjakan proyek ini dan yang bersiap memulai bisnis, dan saya memberitahu mereka tentang gagasan saya untuk memulai tempat penampungan."
Seorang pengusaha menyumbangkan kantornya untuk dijadikan tempat penampungan bagi perempuan dan anak-anak.
"Saya meneleponnya dan mengatakan, 'Oleg, karena perang, saya perlu ruang untuk mengakomodasi perempuan. Dan ia mengatakan, 'Saya ada kantor, datang dan lihatlah.'"
Sejak invasi Rusia, lebih dari 250 perempuan dengan anak-anak mengungsi di tempat penampungan sementara ini. Selama di sini, mereka diberi makanan dan, jika perlu, bantuan psikologis.
Para pengungsi Ukraina berisiko menjadi korban penyelundupan manusia, kata Maksymovych.
"Perang menimbulkan risiko besar, orang-orang tidak tahu kemana mereka pergi, sebagian tidak punya dokumen."
Untuk melindungi perempuan di perbatasan, para relawan mengorganisir rute terpusat ke Spanyol, di mana perempuan setempat menunggu kehadiran mereka.
BACA JUGA: Putin Nyatakan Kemenangan di Mariupol"Mereka memiliki perjanjian antara Konsorsium Perempuan Ukraina dan komunitas Huelva untuk menyediakan penampungan bagi perempuan dengan anak-anak. Di sana, para perempuan disediakan akomodasi sementara atau bahkan status pengungsi. Tapi kebanyakan dari mereka, sekitar 90% hanya mengajukan status kependudukan sementaram karena mereka ingin kembali ke tanah air."
Kebanyakan perempuan tinggal 2-3 hari di penampungan, lalu melanjutkan perjalanan ke luar negeri. Tapi Tatiana tak mau buru-buru meninggalkan Ukraina. [rd]