KontraS, mahasiswa dan keluarga korban mendesak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menuntaskan kasus Semanggi II yang sudah 13 tahun belum terselesaikan.
Tanggal 24 September 2012 adalah tepat 13 tahun terjadinya Tragedi Semanggi II yang menewaskan seorang mahasiswa dan 11 orang lain serta menyebabkan 217 korban luka-luka.
Ketua Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Haris Azhar menilai selama delapan tahun pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, belum ada langkah yang konstruktif yang dilakukan Presiden untuk menuntaskan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu, diantaranya kasus Semanggi II.
Presiden Yudhoyono, menurut Haris, harus segera mendorong Jaksa Agung untuk melakukan penyidikan demi kepastian hukum dan keadilan bagi korban.
Padahal Komisi Nasional Hak Asasi manusia (Komnas HAM), kata Haris, telah menyerahkan hasil penyelidikan kepada Jaksa Agung pada 29 April 2002, tetapi hingga kini belum ditindaklanjuti ke tahap penyidikan.
Kondisi tersebut lanjut Haris merupakan sebuah fenomena yang janggal dan ironis dalam proses penegakan hukum dimana 10 tahun berkas hasil penyelidikan diendapkan tanpa adanya kepastian sehingga akses korban untuk mendapatkan keadilan menjadi semakin kabur.
“Jaksa Agung dan Presiden memiliki tanggung jawab konstitusional, tanggung jawab hukum terhadap kasus ini. Ini bukan sekedar persoalan politis yang mencari solusinya dengan cara politis. Kewajiban hukum sangat ada dan jelas didalam aturan hukum yang ada di Indonesia,” ujar Haris pada jumpa pers di kantor KontraS di Jakarta, Minggu (23/9).
Di tempat yang sama, sejumlah mahasiswa dari berbagai Universitas seperti Universitas Indonesia, Universitas Atmajaya, Universitas YAI, dan Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara menilai pemerintahan Yudhoyono enggan menyelesaikan kasus semanggi II.
Mahasiswa Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Billy Aryo Nugroho menjelaskan pemerintah harus berani menindak siapapun yang terlibat dalam kasus ini.
“Pemerintah, Presiden dan juga DPR untuk bersikap netral untuk menempatkan semua orang setara dihadapan hukum agar ketidakadilan ini dapat diluruskan, dapat diusut tuntas. Tidak ada lagi yang jadi korban dan tidak ada lagi preseden buruk untuk masa depan negara kita ke depannya,” ujar Billy.
Ho Kim Ngo, ibu dari Yap Yun Hap, mahasiswa Universitas Indonesia yang tewas dalam peristiwa Semanggi II, berharap Kejaksaan Agung konsisten akan meneruskan pengungkapan kasus ini. Ia menambahkan Presiden Yudhoyono harus menepati janjinya kepada keluarga korban, bahwa akan menyelesaikan kasus ini seperti dalam pertemuan 2008 lalu di Istana.
“Sekarang ini, hari ini juga aku mohon kepada presiden, bukalah mata dan telinganya, dengarlah ucapan korban hari ini bagaimana untuk menyelesaikan kasus anak-anak kami,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Adi Togarisman menyatakan banyaknya hasil penyelidikan Komnas HAM terkait kasus pelanggaran HAM yang tidak ditindaklanjuti Kejaksaan Agung disebabkan belum adanya pengadilan HAM Ad.hoc.
“Peristiwa yang terjadi sebelum 2000, jadi masalah juga berarti kan untuk memroses itu nanti pengadilan Ad hoc untuk itu,” ujar Adi.
Kasus Semanggi II terjadi pada 24-28 September 1999, saat maraknya aksi-aksi mahasiswa menentang Rancangan Undang-Undang Penanggulangan Keadaan Bahaya (PKB) dan tuntutan mencabut dwi fungsi ABRI.
Ketua Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Haris Azhar menilai selama delapan tahun pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, belum ada langkah yang konstruktif yang dilakukan Presiden untuk menuntaskan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu, diantaranya kasus Semanggi II.
Presiden Yudhoyono, menurut Haris, harus segera mendorong Jaksa Agung untuk melakukan penyidikan demi kepastian hukum dan keadilan bagi korban.
Padahal Komisi Nasional Hak Asasi manusia (Komnas HAM), kata Haris, telah menyerahkan hasil penyelidikan kepada Jaksa Agung pada 29 April 2002, tetapi hingga kini belum ditindaklanjuti ke tahap penyidikan.
Kondisi tersebut lanjut Haris merupakan sebuah fenomena yang janggal dan ironis dalam proses penegakan hukum dimana 10 tahun berkas hasil penyelidikan diendapkan tanpa adanya kepastian sehingga akses korban untuk mendapatkan keadilan menjadi semakin kabur.
“Jaksa Agung dan Presiden memiliki tanggung jawab konstitusional, tanggung jawab hukum terhadap kasus ini. Ini bukan sekedar persoalan politis yang mencari solusinya dengan cara politis. Kewajiban hukum sangat ada dan jelas didalam aturan hukum yang ada di Indonesia,” ujar Haris pada jumpa pers di kantor KontraS di Jakarta, Minggu (23/9).
Di tempat yang sama, sejumlah mahasiswa dari berbagai Universitas seperti Universitas Indonesia, Universitas Atmajaya, Universitas YAI, dan Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara menilai pemerintahan Yudhoyono enggan menyelesaikan kasus semanggi II.
Mahasiswa Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Billy Aryo Nugroho menjelaskan pemerintah harus berani menindak siapapun yang terlibat dalam kasus ini.
“Pemerintah, Presiden dan juga DPR untuk bersikap netral untuk menempatkan semua orang setara dihadapan hukum agar ketidakadilan ini dapat diluruskan, dapat diusut tuntas. Tidak ada lagi yang jadi korban dan tidak ada lagi preseden buruk untuk masa depan negara kita ke depannya,” ujar Billy.
Ho Kim Ngo, ibu dari Yap Yun Hap, mahasiswa Universitas Indonesia yang tewas dalam peristiwa Semanggi II, berharap Kejaksaan Agung konsisten akan meneruskan pengungkapan kasus ini. Ia menambahkan Presiden Yudhoyono harus menepati janjinya kepada keluarga korban, bahwa akan menyelesaikan kasus ini seperti dalam pertemuan 2008 lalu di Istana.
“Sekarang ini, hari ini juga aku mohon kepada presiden, bukalah mata dan telinganya, dengarlah ucapan korban hari ini bagaimana untuk menyelesaikan kasus anak-anak kami,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Adi Togarisman menyatakan banyaknya hasil penyelidikan Komnas HAM terkait kasus pelanggaran HAM yang tidak ditindaklanjuti Kejaksaan Agung disebabkan belum adanya pengadilan HAM Ad.hoc.
“Peristiwa yang terjadi sebelum 2000, jadi masalah juga berarti kan untuk memroses itu nanti pengadilan Ad hoc untuk itu,” ujar Adi.
Kasus Semanggi II terjadi pada 24-28 September 1999, saat maraknya aksi-aksi mahasiswa menentang Rancangan Undang-Undang Penanggulangan Keadaan Bahaya (PKB) dan tuntutan mencabut dwi fungsi ABRI.